Baca pledoi, Hotasi anggap jadi direksi lurus di BUMN sulit
"Saya galau. Mengapa Pidsus Kejaksaan memaksakan perkara ini masuk pengadilan," kata Hotasi.
Mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi D.P. Nababan mengatakan, menjadi direksi di Badan Usaha Milik Negara tanpa gangguan sangat sulit. Menurut dia, suatu saat, kebijakan perusahaan diambil bisa dipidanakan jika dianggap merugikan.
"Hidup lurus di BUMN sulit. Setulus dan selurus apapun direksi, pada akhirnya mereka bisa menerima surat panggilan dalam amplop cokelat buat suatu perkara," kata Hotasi saat membacakan nota pembelaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (22/1).
Dalam pledoi berjudul 'Kami Korban Kejahatan Orang Lain', Hotasi kecewa lantaran ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus wanprestasi penyewaan pesawat itu, oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus pada Kejaksaan Agung. Menurut dia, anak, istri, dan keluarganya sangat sedih mendengar kabar itu.
"Saya galau. Mengapa Pidsus Kejaksaan memaksakan perkara ini masuk pengadilan. KPK, Bareskrim, BPK, Jaksa agung Muda Tata Usaha Negara sudah menyatakan hal itu bukan tindak pidana korupsi," lanjut Hotasi.
Hotasi mengatakan membuat pledoi adalah pekerjaan tersulit yang dia lakukan. Apalagi di tengah masyarakat yang marah dengan korupsi.
Dalam pledoi, Hotasi tetap mengaku mengambil keputusan penyewaan pesawat dengan kehati-hatian. Keputusan itu diambil secara kolektif kolegial dengan dewan direksi, dan demi kepentingan perusahaan.
"Jika kebijakan perusahaan bisa dipidana. Akibatnya, direksi BUMN makin lambat mengambil keputusan, ruang gerak terbatas, dan sebagian besar direksi tidak bisa tenang setelah pensiun," lanjut Hotasi.