Banyak memakan korban, KontraS desak RUU Anti Penyiksaan disahkan
KontraS mencatat sedikitnya 16 korban tewas akibat praktik penyiksaan.
Dalam memperingati Hari Anti Penyiksaan internasional yang jatuh pada tanggal 26 Juni setiap tahunnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menggelar seminar yang memaparkan laporan hasil investigasi kasus penyiksaan dengan tema 'Mendelegitimasikan Praktik Penyiksaan di Indonesia', di sebuah hotel kawasan Menteng, Jakarta Pusat.
Dalam acara yang juga dihadiri sejumlah perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) dan Polri ini, dibahas pula sejumlah temuan investigasi selama setahun terakhir mengenai asal muasal dari praktik penyâ®iksaan di Indonesia.
"Absennya penegakan hukum jauh dari agenda transparansi, akuntabel, jujur dan adil terhadap para pelaku penyiksaan oleh aparat penegak hukum. Selain itu penitikberatan hanya pada sanksi administrasi juga kerap memperpanjang rantai impunitas bagi para pelakunya," ujar Koordinator KontraS Haris Azhar, Kamis (25/6)
Haris juga mengungkapkan, terbatasnya pemahaman dari sisi aparat penegak hukum terkait dengan pemenuhan hak-hak korban, menjadi salah satu penyebab dari kekebalan hukum para pelaku penyiksaan ini terus berlanjut.
Selain itu, rendahnya kapasitas Negara untuk mempercepat proses revisi atas peraturan perundang-undangan, khususnya Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), juga membuat hal ini semakin bias dipahami.
"Kemudian, rendahnya kemauan Negara untuk mempercepat proses pengesahan RUU Anti Penyiksaan, membuat ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan yang telah disetujui pemerintah sejak 1 dekade silam menjadi tak tentu arah. Bahkan hingga kini belum ada langkah mempercepat RUU tersebut," terang dia.
Dalam hasil investigasinya, KontraS mencatat bahwa sejumlah pelaku penyiksaan masih didominasi oleh pihak Kepolisian, berupa 35 tindakan penyiksaan dan perbuatan tidak manusiawi lainnya. Tak ketinggalan juga data yang menjabarkan bahwa petugas sipir penjara turut berkontribusi sebanyak 15 kasus, dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebanyak 9 kasus dalam konteks penyiksaan tersebut.
Selain ketiga institusi nasional tersebut, KontraS juga mencatat sebanyak 25 hukuman cambuk yang dilakukan oleh aparat Pemda Aceh, dalam hal ini Kejaksaan Negeri Provinsi NAD terhadap 183 orang. Sementara secara keseluruhan, KontraS mencatat jumlah korban tewas akibat praktik penyiksaan yaitu sebanyak 16 orang, korban luka-luka sebesar 262 orang, dan 7 orang terkena dampak lainnya, yakni pelecehan seks, intimidasi dan beragam bentuk pelanggaran hak lainnya.