Banyuwangi raih penghargaan pengelolaan keuangan terbaik dari Menkeu
Penghargaan ini diberikan Kemenkeu karena Banyuwangi dinilai telah memenuhi indikator utama dalam penilaian, di antaranya mampu mewujudkan pengelolaan anggaran yang baik untuk menunjang program-program pembangunan daerah.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan penghargaan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi sebagai kabupaten terbaik di Indonesia dalam Pengelolaan Keuangan Daerah dan Inovasi Pelayanan Publik.
Penghargaan ini diberikan Kemenkeu karena Banyuwangi dinilai telah memenuhi indikator utama dalam penilaian, di antaranya mampu mewujudkan pengelolaan anggaran yang baik untuk menunjang program-program pembangunan daerah.
"Alhamdulillah, tadi malam di Jakarta, Menteri Keuangan Ibu Sri Mulyani menyerahkan langsung penghargaan tersebut. Ini menjadi motivasi untuk meningkatkan kinerja birokrasi, sekaligus menjadi pengingat bahwa Banyuwangi telah diberi apresiasi maka jangan khianati apresiasi itu dengan melakukan tindakan yang tidak taat asas keuangan negara," ujar Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas saat dihubungi.
Penghargaan diberikan Menkeu Sri Mulyani kepada Bupati Anas di sela-sela acara Stakeholders Gathering Kemenkeu, Selasa (14/3) malam yang dihadiri sejumlah pejabat, di antaranya Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki, Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Menteri PU-PR Basuki Hadimuljo, dan Menkominfo Rudiantara.
Anas mengatakan, APBD adalah instrumen vital untuk mendorong program pembangunan daerah. Oleh karena itu, pengelolaannya harus kredibel dan berdampak ke publik.
"Maka pembiayaan APBD harus semaksimal mungkin bisa tepat sasaran. Efektivitas program diukur dengan orientasi kinerja, bukan semata-mata soal anggaran. Jadi APBD ini bukan soal sistem yang bersifat hukum administrasi keuangan negara saja, tapi mengukur kinerja, mengukur hasil pembangunan," ujar Anas.
Anas mencontohkan, terdapat program peningkatan akses pendidikan, tapi wujud programnya adalah seminar-seminar di hotel. "Yang seperti itu agak-agak tidak nyambung. Memang secara administratif, sepanjang laporan pertanggungjawabannya oke, secara hukum administrasi keuangan negara tidak ada masalah."
"Namun, secara dampak program, apa manfaatnya bisa terasa ke pelajar? Mengapa dana programnya tidak dialokasikan saja untuk beasiswa atau fasilitasi alat pendidikan?" kata Anas.
Oleh karena itu, Anas mendukung program Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kemenkeu, Kemendagri, hingga Kementerian PAN-RB yang mulai mengembangkan bagaimana audit tidak hanya pada aspek administratif, tapi mengukur dampak program.
"Meski berliku, ini perlu didukung," tegasnya.
Anas melanjutkan, dalam pengelolaan keuangan Banyuwangi telah mengintegrasikan mulai perencanaan, tata kelola, hingga evaluasi keuangan daerah dengan memanfaatkan teknologi informasi. "Dan ini tidak hanya pada level pemerintah kabupaten, tapi juga ke desa dengan e-village budgeting dan e-monitoring system. Jadi tidak lagi ada yang bisa memaksakan penggunaan anggaran pembangunan bila usulannya tidak melewati mekanisme perencanaan terlebih dahulu dari tingkat bawah, dari level desa," jelasnya.
Terkait pengelolaan keuangan daerah, Banyuwangi sendiri tercatat sebagai kabupaten pertama di Jawa Timur dan tiga se-Indonesia yang telah menerapkan sistem akuntansi berbasis akrual sejak 2014. Banyuwangi juga telah menerapkan e-audit terintegrasi sehingga memudahkan BPK melakukan pemeriksaan secara online. E-audit juga bisa langsung mengecek tindak lanjut rekomendasi BPK atas temuan audit.
Kementerian PAN-RB juga menetapkan Banyuwangi sebagai penerima nilai A atau tertinggi dalam evaluasi Evaluasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP). Banyuwangi menjadi kabupaten pertama dan satu-satunya di Indonesia yang mendapat nilai A.