Berkali-kali Jokowi kecele orang di lingkar Istana
Jokowi harus jeli dalam menerima masukan dari pembisik di lingkar Istana.
Kasus yang terjadi pada Arcandra Taher merupakan sebuah bluder fatal yang dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Tak jeli, Jokowi melantik Arcandra menjadi Menteri ESDM yang ternyata berkewarganegaraan ganda.
Hingga kini tak diketahui siapa yang mengajukan nama Arcandra kepada Jokowi. Yang pasti, orang tersebut merupakan sosok di lingkar Istana.
Setelah 20 hari dilantik dan terendus status warga negara Arcandra, Jokowi pun memberhentikan Menteri ESDM itu. Pemerintah juga tak jelas alasan memberhentikan Arcandra. Istana maupun Jokowi menutup rapat.
Blunder yang dilakukan Jokowi bukan pada kasus Arcandra saja. Sebelumnya sudah pernah terjadi kesalahan yang dilakukan Jokowi akibat kinerja orang lingkar istana.
Sebut saja saat awal Jokowi menjabat Presiden. Mobil dinas para menteri Jokowi saat itu disetujui memakai Mercedes Benz. Pemerintahan Presiden Jokowi pun mendapat kritik keras terkait rencana penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) no 39 Tahun 2015 tentang uang muka mobi dinas bagi pejabat tinggi negara. Perpres ini mengatur penambahan duit DP pejabat dari senilai Rp 116.500.000 menjadi Rp 210.890.000.
Jokowi mengaku telah meneken Perpres No 39 Tahun 2015 yang mengatur soal kenaikan tunjangan mobil itu pada 20 Maret 2015 lalu. Namun yang mengejutkan, Jokowi ternyata tidak membaca Pepres yang dia tandatangani itu.
Saat ditanya, apakah dirinya kecolongan, Jokowi tidak merasa demikian. "Bukan masalah kecolongan harusnya setiap hal yang berkaitan dengan uang negara yang banyak mestinya disampaikan dalam ratas. Atau rapat kabinet tidak lantas disorong-sorong seperti ini," ujarnya saat itu.
Menurut Jokowi, kebijakan kenaikan tunjangan mobil buat pejabat negara perorangan ini bukan keputusan yang tepat. "Saat ini bukan saat yang baik, pertama karena kondisi ekonomi. Kedua sisi keadilan. Ketiga sisi (harga) BBM," ujarnya.
Jokowi mengeluhkan banyak pekerjaan yang harus ditangani termasuk banyak perpres, keppres dan peraturan lainnya yang membutuhkan tandatangannya. Jokowi menyerahkan urusan teknis administrasinya kepada para menterinya.
"Tiap hari ada segini banyak yang harus saya tanda tangan. Enggak mungkin satu-satu saya cek kalau sudah satu lembar ada 5-10 orang yang paraf atau tanda tangan apakah harus saya cek satu-satu? Berapa lembar satu Perpres satu Keppres. Saya tidak tahu, saya cek dulu," tutupnya.
Karena semakin berpolemik, Jokowi akhirnya mencabut Perpres tersebut.
Kejadian kedua, adalah saat pidato Jokowi di Hari Pancasila 2015 lalu presiden salah menyebut tempat lahir Soekarno. Dalam pidatonya, Jokowi menyebut Soekarno lahir di Blitar, Jawa Timur. Padahal, Soekarno lahir di Surabaya.
Namun, pihak istana pasang badan. Kesalahan disebut berasal dari tim komunikasi Istana. Adakah Sukardi Rinakit yang memberikan informasi bahwa Soekarno lahir dan disemayamkan di Blitar.
"Kesalahan tersebut sepenuhnya adalah kekeliruan saya dan menjadi tanggung jawab saya. Karena ketika Presiden sedang menyusun pidato tersebut, beliau bertanya pada saya tentang Blitar. Saya menjawab bahwa Bung Karno lahir dan disemayamkan di Blitar. Presiden waktu itu meminta saya untuk memeriksa karena seingat beliau, Bung Karno lahir di Surabaya," kata Sukardi dalam keterangan tertulisnya kala itu.
Sukardi mengakui saat proses penyusunan pidato itu salah memberikan informasi kepada Jokowi. Informasi ini, kata dia, diperoleh pula dari sebuah website di internet tanpa dikoreksi lebih jauh.