Beromzet Rp 400 juta per bulan, 2 pengedar obat palsu ditangkap
"Sebagian besar obat ini merupakan penenang dan meningkatkan halusinasi. Bahkan, ada pula obat untuk menggugurkan kandungan. Semua obat ini dijual pelaku tanpa resep dokter, sehingga menyebabkan efek yang sangat bahaya," ujarnya.
Pengedar obat palsu berinisial M (33), dan MS (50) diamankan Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Kedua pelaku mengedarkan di wilayah Jakarta dan Tangerang.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Wahyu Hadiningrat mengatakan, pelaku diketahui sudah beraksi hampir dua tahun. Mereka bahkan mengedarkan obat-obat seperti Hexymer, Tramadol HCL, Tramadol kapsul dan Dextro metorpham, dengan omzet Rp 400 juta per bulan.
"Obat-obat ini dijual bebas kepada anak di bawah umur, antara lain pelajar dan pengamen dengan resep dokter. Apalagi, mereka menjualnya tanpa izin dokter," kata Wahyu di Gedung Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, Kamis (12/1).
Mantan Kapolres Jakarta Selatan ini menjelaskan, efek dari obat-obat palsu tersebut dapat meningkatkan halusinasi seseorang.
"Sebagian besar obat ini merupakan penenang dan meningkatkan halusinasi. Bahkan, ada pula obat untuk menggugurkan kandungan. Semua obat ini dijual pelaku tanpa resep dokter, sehingga menyebabkan efek yang sangat bahaya," ujarnya.
Wahyu melanjutkan, pelaku bahkan menggunakan airsoft gun untuk menakut-nakuti petugas yang hendak menggerebeknya.
"Itulah alasan kenapa mereka selalu lolos dari pemeriksaan petugas, jadi buat nakut-nakuti biar dibilang seram," katanya.
Dari penangkapan itu, lanjut Wahyu, pihaknya mendetekasi antara lain Apotek Vico Tama (Banten), Apotek Salembaran Jaya (Kosambi), dan Toko Obat Kalideres (Jakarta Barat). Bahkan, pelaku menjual harga lebih murah lebih dari 50 persen dari aslinya.
"Ada pula yang dijual di toko obat Pasar Pramuka," ujar Wahyu.
Para pelaku kini dijerat Pasal 196 Jo 98 ayat 2 dan ayat 3 pasal 197 Jo pasal 106 ayat 1 dan atau pasal 198 Jo Pasal 108 UU No 36 Tahun 2009. Lalu pasal 62 ayat 1 Jo Pasal 8 ayat 1 huruf a dan e UU RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Mereka juga dijerat pasal 3,4,5 UU RI No 8 Tahun 2010 tentang TPPU
"Ancaman kurungan 10 tahun penjara dan denda Rp 2 miliyar," pungkas Wahyu.