Bupati Purwakarta ingin Indonesia seperti Jepang dan China
"Tidak terlayani semua, seperti ke Makassar tidak terlaksana. Karena jadwalnya berbarengan," tambah Dedi.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi dinilai berhasil dalam membangun wilayahnya. Ia pun mendapat banyak undangan untuk jadi pembicara, termasuk dari sejumlah arsitek.
"Ya setiap pekannya saya banyak sekali undangan. Hari ini saya juga diundang untuk mengisi seminar yang digelar para arsitek," kata Dedi di ditengah persiapan untuk menjadi pembicara di seminar Toilet bersih sedunia di Jakarta, Sabtu (25/3).
Meski sekuat tenaga semua undangan bisa dihadiri, namun Dedi mengaku ada sejumlah acara yang tidak terpenuhi dan Ia tidak bisa hadir. Selain banyak jadwal yang berbarengan juga lokasi yang berjauhan bahkan antar pulau.
"Tidak terlayani semua, seperti ke Makassar tidak terlaksana. Karena jadwalnya berbarengan," tambah Dedi.
Banyaknya acara yang menginginkan keterlibatkan dirinya untuk berbicara, tidak lepas dari yang telah diperbuatnya di Purwakarta. Termasuk dalam pengelolaan pembangunan selalu menggunakan gaya arsitektur yang dinilai memiliki karakter yaitu mengedepankan kesundaan.
"Karena secara pengelolaan di Purwakarta ini banyak yang mengatakan sangat berkarakter dan sangat khas. Mungkin dari situ ya sehingga banyak yang mengundang saya," ujar Dedi.
Dedi menyampaikan ketika berbicara tentang dunia arsitektur harus memiliki nilai ideologi pilosofi, itu juga harus melekat pada diri arsitek. Ia juga menyebutkan beberapa faktor yang menjadi kelemahan arsitektur sekarang ini yaitu terlalu menekankan pada sisi komersial.
"Sekarang tata bangunan yang disukai itu tata bangunan yg filosofi. Contohnya penginapan - penginapan yang mengedepankan arsitektur masa lalu. Karena kita ini memiliki arsitektur yang memadai," jelas Dedi.
Di tanah Sunda, Dedi mencontohkan mengapa bangunan selalu dibangun dengan bentuk rumah panggung. Sehingga dirasa sangat memberi rasa nyaman dan aman bagi para penghuninya.
"Tanah sunda itu rawan gempa. Tanah sunda banyak areal yang agak perbukitan. Sehingga arsitektur panggung memberikan rasa nyaman serta rasa aman bagi para penghuninya," katanya.
"Ada contoh di daerah perkebunan teh di Subang, disitu ada gedong panggung yaitu rumah panggung yang sangat keren," jelasnya.
Dia juga mengaku tidak mengerti dengan pemahaman yang berkembang jika rumah panggung itu, dianggap tertinggal lalu dimodifikasi menjadi rumah permanen.
"Karena kalau melihat buktinya sangat diminati. Bahkan tidak hanya rumah panggung sekarang berkembang rumah pohon. Padahal dulu rumah pohon itu hanya bagi orang yg diasingkan. Atau di beberapa daerah sebagai mengamankan diri dari binatang buas. Nah sekarang jadi favorit kelas menengah," ujarnya lagi.
Dedi menambahkan jika arsitektur itu kembali ke pedesaan, rumah panggung kembali di desain. Maka tradisi rumah - rumah panggung itu akan menjadi pusat pariwisata. Sehingga ia heran ketika di negara ini yang meninggalkan masa lalunya.
"kita lihat di Jepang dan China mereka sangat menjaga arsitekturnya. Arsitektur China kita lihat atap atapnya dari dulu hingga saat ini masih masa. Begitu juga arsitekturnya Inggris nggak berubah kan. Sehingga perkampungan di negara tersebut tertata," imbuh Dedi.
Ke depan Dedi berharap jika pembangunan berkarakter yang diterapkan di Purwakarta juga bisa diterapkan dan dilakukan di daerah lain.
"Harapannya semua daerah bisa seperti di Purwakarta ini. Daerah lain melakukan hal yang sama pada piranti tradisinya dalam konsep tradisinya sehingga kita punya masa depan,"
Dedi mencontohkan lagi jika Sumatera Barat punya Rumah Gadang. Papua terus mengembangkan diri dengan tradisinya serta Bali yang mampu membuktikan diri pada dunia sehingga tidak ada salahnya jika kedepan dibuatkan aturan yang mengatur jenis bangunan di masing - masing daerah.