Dalami kasus BLBI, KPK berencana panggil paksa Sjamsul Nursalim
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemanggilan paksa akan dilakukan jika Sjamsul berada di Indonesia. Ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan penyidik.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana akan melakukan pemanggilan paksa terhadap saksi kasus Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim. Pemanggilan paksa ini dilakukan karena dia telah dua kali mangkir dari panggilan KPK.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemanggilan paksa akan dilakukan jika Sjamsul berada di Indonesia. Ini dilakukan sesuai dengan kebutuhan penyidik.
"Namun kalau saksinya berada di luar negeri itu ada batas yuridiksi yang harus kita hormati tentu saja. Karena itu akan kami bicarakan lebih lanjut apa yang bisa dilakukan ke depan," katanya di kantor KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin (28/8).
Dia menambahkan, KPK tetap fokus kepada pemeriksaan saksi-saksi yang ada. KPK sejauh ini sudah melakukan terus penelusuran aset yang terkait yang ada di Indonesia. Hal itu adalah bagian dari proses penyidikan kasus BLBI yang sedang kita lakukan saat ini.
"Yang pasti proses penyidik kasus BLBI ini tentu tidak boleh terganjal satu atau dua orang. Karena kami terus melakukan proses pemeriksaan saksi juga termasuk koordinasi dengan BPK ya, untuk memfinalisasi perhitungan kerugian keuangan negara tersebut, tersangka juga akan kita periksa nanti pada saat yang tepat," tutup Febri.
Diketahui sebelumnya, Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim kembali mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedianya, bersama sang istri, Itjih Nursalim akan dimintai keterangannya sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin Arsyad Temenggung, mantan kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Juru bicara KPK, Febri Diansyah menyampaikan surat panggilan untuk keduanya telah dikirim ke Singapura. Sjamsul saat ini menetap di Negeri Singa.
"Surat panggilan sudah disampaikan ke kediaman yang bersangkutan di Singapura. Kami berkoordinasi dan meminta bantuan otoritas setempat, namun dua saksi tersebut tidak datang," ujar Febri, Jumat (25/8).
Lebih lanjut, kembalinya Sjamsul dipanggil penyidik KPK menyusul putusan praperadilan yang diajukan Arsyad. Pada putusannya, hakim tunggal menolak gugatan Syafruddin selaku penggugat, atas status tersangka yang diberikan KPK.
Adanya putusan tersebut menjadi dasar penyidik KPK terus memilah aset-aset milik pemegang saham terbesar Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang terindikasi mendapat keuntungan dari BLBI.
"Penyidik terus memetakan aset-aset yang terkait dengan obligor yang ada di Indonesia untuk kepentingan pemulihan kerugian keuangan negara nantinya," tukasnya.
Upaya pengejaran aset milik Sjamsul ditandai dengan pemeriksaan mantan ketua tim LWO-I AMC BPPN tahun 2000-2002, Thomas Maria.
"Terhadap saksi Thomas Maria, kami dalami proses dan alur di BPPN hingga diterbitkannya SKL terhadap Sjamsul Nursalim," tandasnya.
Sjamsul diketahui merupakan salah satu dari sekian obligor BLBI. Dalam perjalanannya, Sjamsul masih memiliki kewajiban pengembalian dana sebesar Rp 4.8 Triliun. Namun Syafruddin telah mengeluarkan surat keterangan lunaa untuk Sjamsul, meski kewajiban yang baru dibayar Rp 1.1 Triliun.
KPK pun menegaskan, perbuatan Sjamsul telah merugikan negara Rp 3.7 Triliun sebagaimana kewajiban yang harus dilunasi oleh Sjamsul.
Sjamsul disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Seperti diketahui, dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dari dana BLBI sebesar Rp 144,5 triliun yang dikucurkan kepada 48 bank umum nasional, sebanyak Rp 138,4 triliun dinyatakan merugikan negara. Sedangkan dalam audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap 42 bank penerima BLBI menemukan penyimpangan sebesar Rp 54,5 triliun. Sebanyak Rp 53,4 triliun merupakan penyimpangan berindikasi korupsi dan tindak pidana perbankan.