Dewan Pers minta masyarakat jeli bedakan media pers atau abal-abal
"Dengan sebutan citizen jurnalistik, semua orang bebas menulis apa saja," kata Bagir.
Banyaknya media-media baru bermunculan, membuat Dewan Pers merasa perlu untuk mengingatkan kepada setiap pengelola media untuk tetap berpegang teguh pada pedoman atau kode etik jurnalistik.
Dewan Pers secara khusus berpesan kepada media siber lantaran kemudahannya diakses oleh masyarakat. Dewan Pers meminta setiap pemberitaan tidak merugikan pihak lain.
"Lebih dari tiga tahun lalu Dewan Pers sudah membuat pedoman media siber. Itu dibuat bersama-sama, kita harapkan itu sebagai pegangan," ujar Ketua Dewan Pers, Bagir Manan di Gedung Dewan Pers, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (25/6).
Bagir mengatakan, saat ini keberadaan media sudah tidak bisa dibendung. Oleh sebab itu, Dewan Pers hanya bisa menyarankan kepada masyarakat untuk semakin jeli membedakan mana media yang benar-benar bagian dari pers dan mana yang bukan.
"Sekarang ini semua masyarakat bisa menjadi jurnalis dengan sebutan citizen jurnalistik, semua orang bebas nulis apa saja. Tapi kan kita tahu media itu luar biasa cepat perkembangannya dan banyak bermunculan media-media baru. Kita harus bisa membedakan dua macam jenis media, pers atau bukan," paparnya.
Jadi, lanjut Bagir, Media disebut pers apabila memenuhi ketentuan-ketentuan layaknya lembaga pers. Hal ini bisa dilihat antara lain dari sisi badan hukum, alamat kantor, jenis usaha, susunan redaksi, dan cara kerja.
"Jika media sosial sudah memenuhi semua ini, baik dari badan hukum usahanya, standar kerjanya, dan sudah memenuhi kaidah-kaidah pers, maka media tersebut layak bisa di bawah naungan Dewan Pers," imbuhnya.
Bagir menegaskan, media yang tidak memenuhi syarat-syarat pers tidak bisa disebut pers. Apabila media tersebut melakukan pelanggaran, pemerasan, penipuan, pencemaran nama, dan hal-hal yang merugikan orang lain, maka dia akan langsung berurusan dengan penegak hukum.