Film G 30 S/PKI, propaganda terbaik rezim Orde Baru
Film G 30 S/PKI juga ditunjang dengan pelajaran pendidikan moral pancasila dan pelajaran sejarah perjuangan bangsa.
Dalam deretan sinema Indonesia, film-film yang dianggap bersejarah oleh negara bukan hanya hiburan semata. Unsur propaganda dan doktrin penguasa sangat kuat di dalamnya. Terutama film-film yang mengangkat tema heroisme dan militerisme yang berlatar sejarah, seperti Enam Djam di Djogja (1951), Janur Kuning (1979), Serangan Fajar (1981), hingga Penghianatan G 30 S/PKI (1984).
Menurut Budi Irawanto, kandidat Doktor Kajian Asia Tenggara bidang film di National University of Singapore, film-film itu merupakan bukti hegemoni Orde Baru begitu rapi dan kuat dalam menanamkan jejaknya di masyarakat untuk melanggengkan kekuasaannya.
"Film Penghianatan G 30 S/PKI adalah salah satu film terbaik dalam menyebar propaganda dan kebencian kepada musuhnya, PKI (Partai Komunis Indonesia) dan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia), dan itu tertanam dalam benak satu generasi," ujar Budi saat dihubungi merdeka.com pada Kamis (27/9) sore kemarin.
Kuatnya ingatan masyarakat terhadap film itu dipengaruhi banyak hal. Film itu disiarkan secara nasional sejak 1985 yang diputar setiap 30 September dan wajib ditonton pelajar saat itu.
Tayangan film itu dihentikan secara nasional sejak 1998. Kuatnya pesan film itu, menurut Budi, didukung oleh perangkat-perangkat lainnya, seperti penjelasan film yang diteruskan dalam pelajaran pendidikan moral pancasila dan pelajaran sejarah perjuangan bangsa di sekolah.
Padahal menurut Budi, isi film tidak menunjukkan sejarah yang sebenarnya. "Film itu memang tidak menggunakan berbagi sumber dalam pembuatannya, sengaja untuk memojokkan lawan politik penguasa dan itu politis," kata Budi lebih lanjut.
Namun, Budi mengakui, film itu secara sinematografis memang bagus dan meyakinkan sebagai film sejarah meski tidak memuat fakta sebenarnya.
Analisa yang lebih dalam dibahas dalam buku, 'Ketika Sejarah Berseragam: Membongkar Ideologi Militer dalam Menyusun Sejarah Indonesia', karya Katherine E McGregor, film Penghianatan G 30 S/PKI adalah salah satu cara Orde Baru dalam menggambarkan usaha kudeta oleh PKI.
Tafsir peristiwa yang digunakan Orde Baru dalam film itu adalah salah satu upaya meyakinkan masyarakat, kudeta itu dilakukan oleh komunis dan bukan pihak militer. Peristiwa itu dijadikan alasan oleh Orde Baru untuk membenarkan tindakannya untuk berkuasa.
Sedangkan menurut Bambang Purwanto, Profesor Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, dalam pengantar buku itu, tiap rezim di Indonesia menggunakan sejarah sebagai topeng untuk mendukung kekuasaannya.
Bila perlu dengan membuat tafsir baru atas mitos-mitos lama atau memproduksi mitos-mitos baru. "... Jika rezim sebelumnya membangun sejarah Indonesia dari benturan antara kolonialisme dan imperialisme dalam melawan nasionalisme Indonesia dengan Soekarno sebagai pusat, maka Orde Baru melihat sejarah Indonesia sebagai hasil dari perjuangan antara pendukung dan penentang Pancasila dengan menempatkan militer sebagai faktor penentu," tulis Bambang mengomentari karya Katherine E. McGregor itu.
Dalam Buku itu Katherine E. McGregor mengakui, dia ingin mengungkapkan peran Orde Baru dengan militernya dalam menggambarkan masa lalu Indonesia. Salah satunya dengan media visual, yang dukung oleh buku-buku pelajaran, monumen-monumen, film, hingga diorama yang di pajang dalam museum.
Dalam analisa Katherine, pembuatan dan pemaknaan sejarah baru oleh Orde Baru melalui media visual dan film sangat efektif. Hal itu terkait dengan jumlah penduduk Indonesia pada saat itu masih memiliki tingkat buta huruf yang tinggi, maka dengan pembuatan sejarah melalui media visual diharapkan bisa menjangkau seluruh Indonesia.
Analisa itu muncul setelah Katherine membaca dokumen dari Departemen Pertahanan dan Keamanan Pusat sejarah Angkatan Bersenjata Indonesia dalam merancang semua itu. Katherine mengutip Nugroho Notosutanto dalam dokumen itu, "Di dalam masyarakat yang sedang berkembang seperti Indonesia, di mana kebiasaan membaca pun masih sedang berkembang, kiranya historio-visualisasi masih agak efektif bagi pengungkapan identitas ABRI."
Tidak mengherankan kelanggengan Orde Baru berkuasa dijaga dengan strategi yang rapi. Pengaruh kekuasaan sudah dijaga dengan doktrin yang sudah ditanamkan dalam melalui buku pelajaran, film, museum, monumen, hingga rancangan diorama yang begitu detail. Meski begitu, tidak jarang menggunakan kekerasan.
Budi Irawanto belum mengetahui apakah dalam pembuatan film propaganda G 30 S/PKI juga menggunakan kekerasan untuk semua anggota penggarapnya. Meski film itu bermuatan politis, namun penggarapannya serius bahkan dalam produksinya mengikutsertakan sutradara kawakan Arifin C. Noer.
"Kita belum tahu apa alasan Arifin mau menerima isi pesanan film penguasa saat itu," kata Budi.