Hipster dan perkembangan budaya anti-mainstream
Namun anehnya, sejumlah anggota dari sebuah subkultur biasanya tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai hipster.
Dewasa ini kita akrab dan sering mendengar istilah 'hipster'. Namun, ternyata kita kerap tak menemukan definisi yang valid mengenai apa itu hipster, dan kajian apa yang membicarakan hal tersebut secara kontekstual.
Secara etimologi, kata 'hipster' merupakan gabungan dari 'hip', sebagai plesetan dari kata 'hop' (yang mengacu pada budaya penggunaan opium/hop di kalangan pemain musik jazz era 1940-an), dan akhiran 'ster', sebagaimana layaknya sematan kata pada istilah 'gangster', dan lain sebagainya.
Hipster merupakan kondisi paradoks yang sama sekali tidak umum pada diri seorang penganut budayanya, dan tentunya jarang disadari masyarakat secara luas. Sehingga, siapapun yang kerap didefinisikan sebagai penganut budaya hipster itu, biasanya akan membuat pelakunya seolah teralienasi dari masyarakat pada umumnya.
Sebagai contoh, kalian akan menemukan seorang hipster dengan tipe: seseorang yang berpakaian lusuh (ala vintage) dengan pola makan vegetarian atau fruitarian, yang tidak merokok dan minum bir, namun sekaligus merupakan seorang aktivis legalisasi ganja garis keras, yang bergabung dengan LSM atau lembaga-lembaga aktivisme sejenisnya.
Majalah TIME edisi Juli 2009 pernah mencoba mendefiniskan apa itu Hipster. Mereka menulis:
"Hipster adalah teman-teman yang mencibir mu, ketika mereka menyadari bahwa kau adalah seorang polisi yang mendengarkan Coldplay. Mereka adalah orang-orang berpakaian sutra yang kerap berbicara dengan mengutip sejumlah quote dari film-film yang kalian belum pernah dengar judulnya. Mereka adalah sebagian kecil orang di Amerika yang masih berpikir Pabst Blue Ribbon adalah bir yang baik. Mereka adalah yang menggunakan topi koboi sporty atau baret, dan berpikir bahwa Kanye West mencuri kacamata hitam mereka. Segala sesuatu tentang mereka biasanya dibangun untuk memberikan kesan bahwa mereka hanya tidak peduli atas apapun standar baku di masyarakat dan industri mainstream."
Merebaknya penggunaan istilah hipster ini mulai berkembang dalam kurun waktu 1990 sampai 2010-an. Terkait konteks budaya, hal ini tidak terlepas dari perkembangan era modernisme menuju era post-modernisme, dimana terjadi reduksi pemikiran di kalangan masyarakat baik dalam hal pemikiran, cara berpakaian, musik, atau bahkan gaya hidup secara keseluruhan.
Bahkan, beberapa analis budaya berpendapat bahwa pengertian tentang hipsters kontemporer sebenarnya merupakan mitos yang dibuat oleh marketing, dalam usaha-usaha menaikkan penjualan produk mereka yang mendukung berkembangnya budaya hipster itu sendiri.
Namun anehnya, sejumlah anggota dari sebuah subkultur biasanya tidak mengidentifikasi diri mereka sebagai hipster, karena kata hipster itu sendiri kerap menjadi kata yang digunakan sebagai bentuk merendahkan dan untuk menggambarkan seseorang yang megah, terlalu trendi atau tak berguna.
Kecenderungan ini dikarenakan makin maraknya para anak muda yang hanya bergaya bak hipster suatu genre (baik dalam bidang musik, seni rupa, gaya hidup, atau bahkan olahraga), yang tak memahami arti kontra-kultur dari esensi hipster itu sendiri sebagai budaya tandingan dari apa yang ditawarkan budaya arus utama (mainstream) pada umunya.
Lantas, istilah-istilah seperti 'poseur' atau 'gimmick' pun mulai berkembang, seiring saling stigma antar segolongan anak muda, yang ditengarai hanya berdandan bak seseorang yang memiliki concern atas suatu hal, namun nyatanya kosong dalam memahami apa yang menjadi ciri atau penanda gaya hidupnya tersebut.
Terlepas dari masih biasnya makna hipsters ini beserta sejumlah paradoks yang masih berkembang di kalangan para pelakunya, sejatinya mereka yang memiliki passion terhadap sebuah hal atau kegiatan yang berguna bagi orang banyak, dan mengaktualisasikannya ke dalam gaya hidup mereka untuk bersosialisasi ataupun berpakaian, maka seharusnya ia adalah bagian dari budaya kontra kultur itu sendiri dalam upaya-upaya melawan dominasi kapital dan korporatisme di era modern.
Baca juga:
Pengamat: Anak hipster biasanya cari identitas, tapi punya potensi
Kebiasaan baru anak hipster Jakarta: Berkebun di lahan sempit kota
Pemerintah sokong kreativitas anak hipster Jakarta
Tak cuma anak hipster, Pasar Santa kerap ditongkrongi para menteri
Apakah kamu termasuk anak hipster?
Fenomena anak hipster Jakarta
-
Apa yang membuat Jakarta semakin Instagramable? Jakarta dibangun lebih kekinian. Kalau kata anak sekarang, 'Instagramable Banget' Halte Transjakarta tak sekadar tempat naik turun penumpang. Sambil nunggu bus, kini bisa berselfie ria.
-
Siapa yang diakui sebagai trendsetter dalam dunia fashion di Indonesia? Naura Ayu, diakui sebagai pelopor tren dan inovator gaya dalam dunia fashion di Indonesia.
-
Apa yang menjadi alasan munculnya fenomena umrah backpacker di Indonesia? Umrah backpacker muncul menyusul terbitnya kebijakan baru dari Pemerintah Arab Saudi yang mengizinkan pelaksanaan umrah menggunakan visa turis.
-
Kenapa tempat nongkrong generasi 90an di Jakarta masih jadi pilihan untuk hangout? Buat generasi 90-an, tempat-tempat ini pasti akrab banget dengan kehidupan mereka. Silakan bernostalgia, bisa jadi salah satunya tempat tongkrongan Anda dan si dia dulu.
-
Di mana kemacetan parah di Jakarta sering terjadi? Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Rani Mauliani menerangkan, kemacetan parah di beberapa titik di Jakarta kerap terjadi pada jam berangkat dan pulang kerja.
-
Kapan foto jalan di Jakarta ini diambil? Foto: Nostalgia Suasana Jalan Jakarta Tahun 1989, Enggak Ada Macetnya! Jalan disamping Masjid Istiqlal.