Mendobrak pakem, Slamet Gundono dalang kontroversial
Slamet Gundono dikenal kontroversial, jika dalang lain tampil sesuai pakem, maka dia justru sebaliknya.
Gundono dilahirkan dari keluarga dalang di Tegal Jawa Tengah. Masa kecil Gundono dihabiskan di kampung halaman dengan menjadi siswa pesantren. Selepas SMA Gundono sempat menimba ilmu di Jurusan Teater di Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Sebelum lulus, Gundono pindah ke Jurusan Pedalangan di Sekolah Tinggi Seni Indonesia (InstItut Seni Indonesia Surakarta) hingga lulus. Gundono mulai berkiprah sebagai dalang dan seniman kreatif sejak 1995. Sosoknya yang selalu kritis sempat menggegerkan dunia pewayangan.
Di masa orde baru, saat digelar festival dalang di Solo, untuk memperingati 50 tahun Indonesia Merdeka, Gundono justru menyajikan tampilan kontroversial. Jika dalang lain tampil sesuai pakem, maka dia justru sebaliknya.
Akibat ulahnya tersebut, sempat menimbulkan perdebatan panjang antara panitia, juri, pengamat, hingga khalayak umum. Beberapa tokoh bahkan memberikan dukungan. Di antaranya seniman besar seperti Umar Kayam, Gunawan Mohamad, Murtidjono dan Halim HD.
Saat itu Gundono menampilkan lakon tentang kehidupan sosok Karna. Dalam cerita 'pergelaran wayang kulit garap' tersebut, Gundono memadukan berbagai disiplin seni, baik seni panggung tradisional, teater modern, tari, musik, hingga seni rupa.
Selain dunia wayang, Gundono juga sering tampil dalam panggung tari, panggung drama, hingga pentas keliling untuk menjadi pencerita bagi anak-anak. Kontroversi yang sering dihadirkan dalam menggelar pertunjukan itu membuat beberapa kalangan memberikan apresiasi.
Berbagai penghargaan pun diterima Gundono, di antaranya adalah Prince Claus Award pada 2005 yang diberikan oleh Prince Claus Fund untuk Kebudayaan dan Perkembangan kepada seniman, pemikir, lembaga kebudayaan di Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Karibia.