Istana: Pengalaman penunjukan Patrialis Akbar jangan terulang
Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk mempersiapkan diri dengan matang dalam pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) pencari pengganti Hakim Konstitusi Patrialis Akbar.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan Presiden Joko Widodo meminta jajarannya untuk mempersiapkan diri dengan matang dalam pembentukan Panitia Seleksi (Pansel) pencari pengganti Hakim Konstitusi Patrialis Akbar. Pramono menjelaskan Pansel akan bekerja dengan transparan dan diharapkan dapat memilih calon pengganti Patrialis Akbar yang tepat dan bukan sosok yang bermasalah.
Dia mengatakan, pengalaman pahit penunjukan Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi jangan sampai kembali terulang.
"Presiden sudah meminta kita semua terutama yang menjadi pembantu beliau agar pansel MK dilakukan secara terbuka dan nanti juga belajar dari pengalaman penunjukan Pak Patrialis jangan terulang kembali," kata Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/1).
Pramono menjelaskan pemilihan Hakim Konstitusi melalui Pansel tersebut akan pula melibatkan masukan dari publik. Sebab itu, diharapkan nantinya Pansel dapat memilih sosok yang benar-benar bersih dan berintegritas sebagai pengganti Patrialis Akbar yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut.
"Sehingga mudah-mudahan dengan adanya pansel dan partisipasi publik dilibatkan bisa didapat calon hakim MK yang baik," ujarnya.
Ditemui terpisah, Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi menjelaskan Panitia Seleksi pencari pengganti Patrialis Akbar akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Hal ini, kata Johan, dilakukan untuk dapat menemukan sosok yang bersih mengisi jabatan 'Wakil Tuhan'. Apalagi, Presiden berpesan agar Pansel harus mampu memilih sosok yang berintegritas.
"Nah proses detailnya seperti apa lagi digodok," ujarnya.
Patrialis Akbar ditangkap oleh penyidik KPK bersama wanita di Grand Indonesia, Rabu (26/1). Penangkapan dilakukan atas dugaan penerimaan suap dari Basuki Hariman, terkait pengajuan judicial review atau uji materi undang undang Nomor 41 Tahun 2014. Patrialis diduga sudah menerima 20 ribu USD dan 200 ribu SGD.