Jaksa Agung: Labora lebih baik menyerah biar terhormat
Meski telah dijatuhi vonis 15 tahun penjara, Labora tak bisa dieksekusi karena memiliki surat bebas dari Kalapas Sorong.
Jaksa Agung HM Prasetyo meminta agar mantan polisi Labora Sitorus, pemilik rekening gendut senilai Rp 1,5 triliun, menyerahkan diri kepada aparat penegak hukum. Jika dilakukan, maka kehormatan lelaki yang telah divonis 15 tahun penjara ini tetap terjaga.
"Lebih baiknya seperti itu, dan agar lebih terhormat, jadi kita enggak perlu susah-susah mencari," kata Jaksa Agung, HM Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (6/2).
Prasetyo mengaku akan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait agar eksekusi terhadap Labora bisa segera dilakukan. Apalagi, Labora telah dijatuhi vonis bersalah oleh Mahkamah Agung dalam sidang Peninjauan Kembali pada Agustus 2014 lalu.
"Nanti akan kita bahas tentang langkah apa yang akan kita lakukan untuk eksekusi Labora ini, tapi tentu kita perlu koordinasi dengan pihak-pihak yang nantinya kita harapkan akan membantu untuk melakukan pencarian, kemudian setelahnya kita akan eksekusi," papar dia.
Sebelumnya, aparat kepolisian dan kejaksaan sulit mengeksekusi Labora Sitorus untuk melaksanakan vonis 15 tahun penjara dari pengadilan. Sebab, Labora Sitorus memiliki surat sakti yang dikeluarkan oleh Lapas Sorong, Papua Barat.
Padahal, eksekusi itu harus segera dilaksanakan setelah Mahkamah Agung menyatakan Labora bersalah dalam kasus rekening gendut pada 17 Agustus 2014 lalu.
Kapolda Papua Barat Brigjen Paulus Waterpauw mengatakan bahwa ketika anggota ingin menangkap, Labora Sitorus mengeluarkan surat keterangan bebas hukum yang dikeluarkan oleh Lapas Sorong. Akibatnya polisi tidak berani menangkap pemilik rekening gendut itu.
Adanya surat sakti bebas hukum ini pun membuat kaget Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Menurut Yasonna, tidak bisa ditolerir adanya surat sakti yang membuat seseorang kebal terhadap hukum seperti yang dimiliki oleh Labora Sitorus.
"Beberapa tim dari Inspektorat memang sudah mengatakan, Saya juga kaget. Kok ada surat pembebasan. Itu ndak bisa ditolerir," ujar menteri Yasonna usai rapat di Komisi I DPR di Senayan, Jakarta Pusat, Senin (2/1).