Jaksa dinilai tak pantas ajukan banding kasus Ahok, ini alasannya
Jaksa dinilai tak pantas ajukan banding kasus Ahok, ini alasannya. Pengamat Hukum dari Universitas Indonesia, Andri W Kusuma menilai, upaya jaksa justru mencederai hukum acara jika tetap ajukan banding. Andri mengatakan, jika jaksa melakukan banding maka justru jaksa telah mengakui melakukan kesalahannya,
Terdakwa penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mencabut upaya banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan PN Jakarta Utara. Status in kracht putusan Ahok, kini tinggal menunggu keputusan Kejaksaan apakah tetap ajukan banding atau juga menarik bandingnya.
Jaksa Penuntut Umum beralasan pengajuan banding karena ingin mengikuti proses hukum yang dilakukan terdakwa. Meskipun, vonis hakim lebih berat dari jaksa yang menuntut satu tahun dengan dua tahun percobaan.
Pengamat Hukum dari Universitas Indonesia, Andri W Kusuma menilai, upaya jaksa justru mencederai hukum acara jika tetap ajukan banding. Andri mengatakan, jika jaksa melakukan banding maka justru jaksa telah mengakui melakukan kesalahan sejak menerima berkas dari kepolisian dengan menyatakan P21 alias lengkap.
"Jaksa justru 'merugikan' Ahok sebagai warga negara," kata Andri di Jakarta, Rabu (24/5).
Dia menjelaskan, ketika menyatakan berkas P21, jaksa mengetahui dan mengamini terdapat dua pasal yang digunakan untuk menjerat Ahok dalam dakwaan, yakni pasal 156 dan Pasal 156a KUHP.
Pasal 156 KUHP berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500".
Sedangkan isi Pasal 156a KUHP adalah, "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia".
Namun, ketika dalam persidangan jaksa justru hanya menuntut Ahok menggunakan pasal 156.
"Kalau Jaksa memang menganggap Ahok tidak terbukti melanggar pasal 156a, sebelum Jaksa menyatakan P21 maka ada mekanisme P18 dan P19 dan ini dominis litisnya jaksa," kata Andri.
Menurut Andri, kalau memang Pasal 156a dianggap tidak terpenuhi unsurnya, maka seharusnya sejak awal, jaksa bisa meminta penyidik untuk mengeluarkan pasal 156a dari berkas penyidikan kepada penyidik Polri (dalam mekanisme P18 dan P19).
Tapi, jaksa justru mengeluarkan P21 yang artinya terhadap sangkaan pelanggaran tindak pidana pasal 156a dan 156 KUHP telah terdapat dua alat bukti yang cukup sebagai bukti permulaan yang dituangkan dalam dakwaan.
Di sinilah, kata Andri, jaksa wajib mempertanggungjawabkan P21 yang kemudian dituangkan ke dalam dakwaan. Tentunya, dengan menuntut dua pasal tersebut dengan urutan dimulai dari pasal dengan hukuman atau sanksi yang terberat.
"Jaksa wajib menuntut berdasarkan yang terberat," kata dia.
Kesalahan kedua jaksa, kata dia, adalah saat menuntut Ahok dengan menggunakan pasal yang rendah hukumannya atau sanksinya, yakni pasal 156.
"Dan yang dilakukan hakim justru meluruskan kembali kesalahan jaksa itu. Dalam dakwaan jelas, jaksa menggunakan kedua pasal tersebut yakni pasal 156 dan 156a KUHP," ucap dia.