'Jangan Sampai Gara-gara Jempol Kita Indonesia Terpecah Belah'
Pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sempat membuat situasi di masyarakat memanas. Kondisi diperparah dengan banyak informasi hoaks bermunculan di media sosial.
Pelaksanaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 sempat membuat situasi di masyarakat memanas. Kondisi diperparah dengan banyak informasi hoaks bermunculan di media sosial.
Pakar Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio mengingatkan perlu ada kontrol soal kebebasan berpendapat di dunia maya. Untuk itu perlu kesadaran dari pemilik akun agar tak menyampaikan informasi yang dapat memecah belah persatuan.
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Siapa yang dipolisikan terkait dugaan penyebaran hoaks? Polda Metro Jaya diketahui mengusut dugaan kasus menyebarkan hoaks Aiman lantaran menuding aparat tidak netral pada Pemilu 2024.
-
Kapan Pemilu 2019 diadakan? Pemilu terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah pemilu 2019. Pemilu 2019 adalah pemilu serentak yang dilakukan untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, dan DPD.
-
Bagaimana cara Kominfo menangani isu hoaks? Tim AIS Kementerian Kominfo telah melakukan pemutusan akses atas konten yang teridentifikasi sebagai isu hoaks.
-
Kapan pemilu 2019 dilaksanakan? Pemilu 2019 merupakan pemilihan umum di Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 17 April 2019.
-
Mengapa berita hoaks tentang Pegi dibebaskan dari tahanan polisi dibagikan di media sosial? Berita tersebut dibagikan oleh akun Facebook dengan nama Novita Erna Kreator, Uda Dedi, dan Pak Tri. Ketiga akun tersebut membagikan tangkapan layar sebuah video di Youtube berjudul “Duakui Salah Tangkap!! Egi Palsu Resmi Di Lepas, Hotman Paris & Ibu Putri Turun” yang diunggah oleh akun Media Populer.
"Gunakan jempol sebaik-baiknya, jangan sampai gara-gara jempol kita, Indonesia terpecah belah," ujar Hendri dalam keterangannya, Rabu (10/7).
Hendri menilai, medsos telah membuat masyarakat keblinger sehingga gempuran narasi intoleransi, radikalisme, terorisme, ektremisme, banyak berseliweran. Hal ini tidak bisa dibiarkan agar kondisi sosial kemasyarakatan baik di dunia maya dan dunia nyata bisa lebih sejuk dan damai.
Salah satu cara untuk mengembalikan itu semua, kata Hendri, bagaimana lebih menyuarakan narasi yang menyejukkan, dan tidak lagi mengunggah konten berbau ujaran kebencian dan intoleransi.
"Kita harus kembali ke kaidah atau warisan pendiri bangsa. Ada banyak teknologi yang ditinggalkan pendiri bangsa untuk Indonesia seperti musyawarah mufakat, toleransi, tepo seliro di dunia nyata dan dunia maya," tutur Hendri.
Berbicara tentang medsos dan berbagai fenomena yang ditimbulkan, Hendri mengungkapkan, hal ini juga tidak lepas dari kepemimpinan bangsa. Menurutnya, para pemimpin bangsa harus mampu memberikan contoh kepada masyarakat.
"Yang boleh memberikan stigma radikal, ekstremis, intoleransi hanya hukum. Jadi tidak boleh individu yang memberikan stempel negatif kepada orang lain. Kalau itu terjadi, Insya Allah musyawarah mufakat, toleransi, dan persatuan Indonesia bisa terwujud dengan baik," ungkap founder Lembaga Survei KedaiKOPI ini.
Hendri setuju bila kebebasan yang bertanggungjawab itu tetap diberikan kepada para pengguna akun medsos. Tentunya pegiat medsos terutama para pengguna akun berbayar untuk sebuah pesan tertentu bisa dikurangi, terutama hal yang berbau politik.
"Ini memang harus ditertibkan, akan sulit bila akun berbayar yang masih diberikan pekerjaan menyampaikan isu tentang politik yang bisa menyebabkan bangsa ini tetap panas. Silakan saja bila hal tentang marketing dan sisi kreativitas yang lain," jelasnya.
Hendri juga mengimbau agar pemerintah secara berkala harus memberikan pendidikan kepada masyarakat tentang penggunaan medsos yang bertanggungjawab. Diakuinya, saat ini memang beda dengan 10-15 tahun lalu saat media konvensional berkuasa. Sekarang masyarakat bebas berselancar di dunia maya. Untuk itu, kembali Hendri mengajak semua pihak agar bijaksana, terutama saat beraktivitas di medsos.
"Makanya jauh-jauh hari saya katakan pemilik akun media sosial seharusnya memiliki tanggung jawab terhadap dirinya, terhadap lingkungan sekitarnya, terhadap hari ini, terhadap masa depan," tandasnya.
Baca juga:
Polisi Tangkap Penyebar Hoaks Istana Izinkan PKI di Indonesia
Kemendagri Tegaskan Kabar Perpanjangan Izin FPI Ditolak Hoaks!
Sebar Hoaks Surat Suara Dicoblos, Warga Jabar Dituntut 1,5 Tahun Penjara
Viral Markus Jadi Kepala Kantor Kemenag Gresik, ini Fakta Sebenarnya
Viral Audrey Kerja di NASA dan Bertemu Presiden Jokowi Ternyata Hoaks
Tersangka Pengancam Penggal Kepala Jokowi Menikah di Rutan Polda Metro