Jeddah rasa Indonesia di Albalad
Sepanjang jalan banyak dijumpai pusat-pusat perbelanjaan, pertokoan, hingga perkantoran.
Jeddah memang beda dengan kota-kota lainnya di Arab Saudi, seperti Makkah dan Madinah. Jeddah lebih terbuka dan lebih ramai hiruk pikuk orang berbisnis. Sepanjang jalan banyak dijumpai pusat-pusat perbelanjaan, pertokoan, hingga perkantoran. Gedung-gedung pencakar langit juga banyak terdapat di sini.
Salah satu pusat perbelanjaan yang ramai dikunjungi di Jeddah, khususnya masyarakat Indonesia adalah kawasan Albalad. Albalad selama ini memang tak asing di telinga penduduk Indonesia, apalagi bagi mereka yang sudah pernah melaksanakan ibadah umroh atau haji. Hampir semua biro umroh Tanah Air, selalu mencantumkan Albalad sebagai destinasi yang dikunjungi oleh para jemaah.
Pada Jumat (26/8) lalu, usai liputan di Bandara King Abdul Aziz Jeddah saya mampir di kawasan Albalad ini. Tiba sore sekitar pukul 17.00 waktu setempat, suasana tampak ramai. Maklum, Jumat adalah hari libur di Arab Saudi. Banyak para pekerja Indonesia dan negara-negara tetangga khususnya Filipina dan Malaysia berkunjung ke kawasan ini. Mereka asyik nongkrong di Bakso Mang Oedin, bakso terkenal yang dijual di Albalad milik pengusaha Indonesia. Duduk bergerombol, mereka pun ngobrol-ngobrol sesama teman dengan menggunakan bahasa Indonesia. Ada juga yang berbincang-bincang pakai bahasa Jawa. Sementara, warga Malaysia juga bergerombol dan ngobrol-ngobrol dengan bahasa khas Melayu.
Para pekerja asal Filipina juga tak kalah banyak. Bahkan, hari itu mereka tampak mendominasi, puluhan pekerja yang rata-rata wanita asal Filipina tersebut berkeliaran di sekitar Albalad. Mereka tampak sibuk berbelanja barang-barang elektornik, makanan dan minuman, atau cuma sekadar servis ponsel.
Saya bersama teman saya sempat mampir ke Bakso Mang Oedin. Saat masuk, ternyata sudah jelang maghrib, jadi lampu dimatikan, kita pun tak bisa keluar lantaran kasir dan semua pekerja menunaikan salat magrib di musala tak jauh dari warung Bakso Mang Oedin.
Selain menjual bakso, ternyata Mang Oedin juga menjual mie ayam, siomay dan nasi goreng. Benar-benar Indonesia banget! Rasa bakso yang dijual Mang Oedin tidak terlalu istimewa. Tapi lumayan bisa mengobati rasa rindu Tanah Air, karena rasa dan suasananya benar-benar mengingatkan kita akan Indonesia.
Soal harga, Bakso Mang Oedin tergolong mahal. Untuk bakso dua porsi plus dua es teh manis, ditambah satu plastik kecil krupuk, dibanderol dengan harga 34 riyal, atau kurang lebih Rp 100.000. Bandingkan dengan nasi kebuli satu porsi yang bisa dimakan 3 orang dengan lauk ayam, di Bandara King Abdul Aziz Jeddah cuma dijual 10 riyal.
Cuma beberapa langkah dari bankso Mang Oedin, tak sedikit toko-toko makanan yang mencantumkan bahasa Indonesia. Misalnya toko kurma murah, toko juice, coklat batu, baso sari raos Bahdung Asli. Mungkin yang dimaksud Bahdung adalah Bandung, mereka salah menulis.
Tak jauh dari warung-warung semi permanen yang bertuliskan bahasa Indonesia itu, juga berderet ruku yang menjual beraneka oleh-oleh khas haji dan umroh. Toko-toko itu pun berbahasa Indonesia. Ada toko Ali murah, toko Kamal murah, toko Sultan murah. Tak kurang dari 10 ruko menamakan dirinya dengan toko 'murah' untuk menggaet jemaah Indonesia.
Apakah harganya juga murah? Tentu iya jika kita pintar menawar. Mereka mematok harga agak mahal di awal, jadi pintar-pintarnya saja kita menawarnya. Dari toko-toko berlabel murah tersebut, toko Ali murah yang kerap dikunjungi oleh jemaah Indonesia. Karena biro travel biasanya langsung mengkondisikan jemaahnya langsung masuk toko Ali murah, seperti yang saya alami saat umroh April lalu.
Puas makan bakso saya masuk ke kawasan Corniche Market, yang masih masuk di kawasan Albalad. Di sini dijual beraneka macam barang-barang elektornik seperti ponsel, kamera, serta jam tangan dengan berbagai merek. Aneka barang-barang fashion juga dijual di sini. Kalau beruntung, kita dapat mendapatkan barang bagus dengan harga yang miring. Jadi lagi-lagi pintar-pintarnya kita menawar saja.
Salah seorang teman saja membeli sepatu merek asing, yang jika di Indonesia dibanderol dengan harga dua jutaan lebih. Di sini dia membelinya dengan harga 300-an riyal, atau tak lebih dari sejuta, dengan barang dijamin asli. Ada juga barang-barang tak asli dijual di sini. Jadi pintar-pintarnya saja kita memilih.
Bagi anda yang ingin beli jam tangan di sinilah tempatnya. Puluhan toko jam tangan mulai yang paling murah sampai paling mahal ada di sini. Tapi sekali lagi, pintar-pintarnya kita menawar.
Namun dua tahun terakhir kawasan ini tidak banyak dukunjungi oleh jemaah haji Indonesia. Ini lantaran kebijakan pemerintah Indonesia, dua tahun terakhir jemaah diterbangkan melalui dua bandara, King Abdul Aziz Jeddah, dan Bandara AMAA Madinah. Tahun-tahun sebelumnya jemaah haji Indonesia selalu mendarat di Bandara Jeddah. Akibatnya, sekitar 33 ribu jemaah haji kita transit selama beberapa hari di Jeddah. Biasanya mereka pun menyerbu kawasan Albalad untuk mencari oleh-oleh.
"Ini tahun kedua kita mengubah modus penerbangan, ternyata modus seperti ini sukses dan punya implikasi yang membahagiakan. Kalau dulu ada 33 ribu jemaah haji transit di Jeddah. Ini sekarang tidak ada lagi," kata Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama Abdul Djamil, tadi malam di Bandara Jeddah.
"Meski ada sedikit keluhan dari masyarakat bahwa mereka tak bisa lagi ke Jeddah dan belanja-belanja di Albalad, atau mampir ke Masjid Apung atau laut merah, bagi Abdul Djamil hal tersebut tidak masalah. Kalau soal belanja, tidak usah risau. Makkah dan Madinah bisa melayani," imbuh dia.
Tapi Albalad tetap saja jadi primadona jemaah Indonesia, karena biro umroh tetap selalu membawa mereka ke sini, tak lama sebelum mereka ke bandara Jeddah untuk pulang ke Tanah Air.