Jokowi dinilai punya seabrek alasan minta Polri SP3 kasus Bambang
"Presiden mesti mempunyai keyakinan bahwa tidak ada bukti dipakai melanjutkan penyidikan," kata Todung.
Presiden Joko Widodo diminta melakukan terobosan hukum untuk menyelesaikan kasus pidana Bambang Widjojanto di Mabes Polri. Kasus yang menjerat wakil ketua KPK itu dinilai sarat rekayasa sehingga harus dihentikan.
Ketua Badan Pekerja Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma mendorong akan Jokowi meminta Polri menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3). Meski diakui Alvon, Jokowi tidak memiliki kewenangan itu secara aturan perundang-undangan.
Alvon mencatat ada beberapa persoalan dalam kasus Bambang. Pertama proses serta penangkapan super cepat, lalu alat bukti yang mengada-ada dan status tersangka tanpa bukti yang jelas.
"Bisa dimintakan SP3 dalam kapasitas sebagai kepala negara. Polri kan di bawah presiden," ujar Alvon saat berbincang dengan merdeka.com, Minggu (26/1) malam).
Bila melihat kronologi kasus Bambang, Alvon menilai sangat di luar dugaan. Pasalnya, satu hari setelah Sprindik keluar polisi langsung menangkap mantan aktivis antikorupsi.
"Penangkapan itu kan di luar logika proses hukum di kepolisian, harusnya kan proses penyelidikan buat menemukan dugaan tindak pidana. Banyak sekali persoalannya," jelas Alvon.
Praktisi Hukum Todung Mulya Lubis menambahkan suatu perkara bisa dihentikan jika memang tidak ada dasar hukumnya dan bukti ternyata tidak ada. "Prinsipnya kasus bisa diproses dengan bukti-bukti yang kuat, tetapi jika dasar hukum dipakai melanjutkan tidak terpenuhi tidak bisa diproses kasusnya," tutur Todung.
Menurut Todung, sebelum meminta kasus Bambang dihentikan Jokowi harus cermat menelaah perkaranya. Jangan sampai langkah yang diambil salah sehingga bakal menjadi preseden buruk di masyarakat.
"Presiden mesti mempunyai keyakinan bahwa tidak ada bukti dipakai melanjutkan penyidikan. Kalau yakin bukti-bukti tak cukup kuat, ya presiden bisa meminta seharusnya kasus enggak ada," katanya.
Saat menjadi panitia seleksi calon pimpinan KPK, menurut Todung, kasus Bambang sempat mencuat. Setelah dilakukan klarifikasi ternyata tidak ditemukan bukti peran Bambang memerintahkan saksi memberi keterangan palsu saat sidang sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi, pada 2010.
"Saya sendiri pernah jadi anggota pansel, dulu kasus muncul dan kita melihat tidak ada bukti kuat, kita sendiri terkejut dijadikan kasus," tandasnya.
Baca juga:
Giliran Adnan Pandu melawan di tengah upaya kriminalisasi KPK
Benarkah ada upaya PDIP jegal KPK demi selamatkan Mega?
Damaikan KPK dan Polri, bisakah Jokowi pakai diplomasi makan siang?
Ucapan blunder Menko Polhukam ini bikin geger Tanah Air
Aktivis marah: Jokowi cuma tukang stempel & tak lebih dari ketua RT
Kritikan pedas ke Menteri Tedjo soal 'rakyat tak jelas'