'Jokowi marah di Tanjung Priok sandiwara buat sentil kementerian'
Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino menepis bila kesalahan lambatnya pelayanan ada pada pihaknya.
Presiden Joko Widodo marah karena bongkar muat (dwelling time) di Pelabuhan Tanjung Priok sangat mengecewakan. Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino menepis bila kesalahan lambatnya pelayanan ada pada pihaknya.
"Saya berkali-kali bilang ke presiden, kalau proyek ini macet, bukan salah Pelindo. Itu karena delapan kementerian itu," kata RJ Lino di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (22/6).
Lino menjelaskan, dari delapan kementerian itu, satu dengan yang lainnya tidak terintegrasi dengan lainnya.
"Saya sudah sampaikan ke presiden. Presiden sudah tahu, sudah tahu, kemarin itu kan sandiwara besar aja kan, kasihan presidennya. Ha-ha-ha. Coba sekarang lihat hari ini, ada enggak orangnya? Enggak ada," jelas Lino.
Lino menambahkan, kemarahan Jokowi di Tanjung Priok adalah sebuah sandiwara besar untuk menyentil sejumlah kementerian. Yang mana di pelabuhan itu tidak ada orang yang melayani walaupun Jokowi baru saja marah. Padahal terdapat satu ruangan yang digunakan untuk saling berkoordinasi antar kementerian, tetapi delapan kementerian tersebut tidak berada di ruangan tersebut.
Lino menunjukkan sebuah foto kursi di dalam ruangan yang kosong. Hanya dari beberapa pegawai Kementerian Perdagangan dan Karantina yang siaga bekerja.
"Kosong coba. Ini baru hari ini coba, jadi habis marah-marah presiden, masih kayak begini nih. Tanya mereka lah, pokoknya bukan saya," tegas Lino.
"Ya orang-orang itu (yang gak bekerja) harus dipaksa. Ini kan yang sebabkan Rp 780 triliun inefisiensi kan karena begini," imbuhnya.
Lino menegaskan, sistem Pelindo terkait dwelling time sudah berjalan baik. Tetapi 8 kementerian yang bersinggungan dengan pelayanan pelabuhan belum bekerja. "Di saya, sistem itu suda ada semua. Ya kalau mereka (kementerian) enggak mau bicara gimana? Kalau disebut disuruh tambah lapangan? Enggak ada kaitannya tambah lapangan sama dwelling time. Mau tambah seribu hektar pun enggak ada gunanya, kalau barang itu tidak bisa keluar," jelas Lino.
"Harusnya (di ruangan) kan ada 8 instansi di sini. Coba lihat, bagaimana ini. Yang stand by cuman dua, dari perdagangan sama karantina. Di sini kan harusnya ruang koordinasi. Kalau cuman dua ini bagaimana bisa koordinasi," tutupnya.