Kapolda bantah pakai peluru karet saat bubarkan massa Prabowo
Polisi hanya menembakkan gas air mata saat menghalau demonstran yang menyerang dengan menggunakan mobil Unimog.
Polda Metro Jaya membantah keras jika polisi menggunakan peluru karet dalam pengamanan demonstrasi jelang putusan sengketa oleh Mahkamah Konstitusi 20 Agustus lalu. Ketika itu, polisi hanya menggunakan gas air mata guna membubarkan massa aksi yang mulai ricuh.
"Adapun para pengunjuk rasa tidak ada yang tertembak peluru karet. Kita tidak mengeluarkan peluru karet, hanya sampai gas air mata," kata Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Dwi Priyatno di Mapolda Metro Jaya Jakarta, Rabu (27/8).
Dia menyatakan sebenarnya jika ingin membubarkan massa yang berdemonstrasi dapat dilakukan polisi dari awal. Hal itu karena dari sekitat 5.000 pendukung Prabowo hanya satu organisasi relawan yang memberitahukan akan melakukan demonstrasi kala itu.
"Dari lima ribu orang, hanya satu ormas yang memberi tahu, yang lain tidak. Itu bisa dibubarkan segera waktu itu," terang Priyatno.
Kapolda mengatakan, tindakan massa pendukung Prabowo merusak barikade kawat berduri polisi adalah hal yang biasa terjadi saat demonstrasi. Namun, ketika menyerang dengan mobil unimog itu berbahaya dan harus dibubarkan.
"Orang-orang tertentu tadi (massa aksi) merusak pagar itu normal. Kalau menyerang dengan mobil segitu besar (mobil unimog) maka kita bubarkan," ujar Kapolda.
Sebelumnya diberitakan, Alim Sucipto, salah seorang relawan Prabowo yang mengaku jadi korban kericuhan saat sidang putusan sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi, mengadu kepada Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai. Mereka mengadukan tindakan polisi yang sengaja membubarkan para demonstran dengan menggunakan gas air mata dan peluru karet.
Alim yang menjabat komandan satgas relawan Gardu Prabowo mengaku dirinya terkena peluru karet aparat kepolisian saat sedang berada di barisan depan.
"Saya kan mau menghalau teman-teman yang maksa masuk. Tapi tiba-tiba ada banyak suara tembakan. Saya nggak tahu gimana kejadiannya tiba-tiba pipi saya ini seperti kena timpuk. Ternyata itu peluru karet," kata Alim usai melaporkan hal itu kepada Komisaris Komnas HAM, Rabu (27/8).