Kasus mark up lahan, Wali Kota Sibolga mangkir dipanggil penyidik
Dalam kasus ini, negara diduga dirugikan Rp 5,3 miliar.
Wali Kota Sibolga, Syarfi Hutauruk tak memenuhi panggilan penyidik pidana khusus (Pidsus) Kejati Sumut. Dia dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan prasarana kantor dan Rusunawa di Kota Sibolga tahun 2012.
"Sampai pukul 13.30 WIB, Wali Kota Sibolga Syarfi Hutauruk belum hadir untuk memenuhi panggilan penyidik pidsus Kejati Sumut," kata Kasi Penerangan Hukum Kejati Sumut, Bobbi Sandri, Rabu (22/6).
Bobbi memaparkan, penyidik telah mengirimkan surat panggilan kedua kepada Syarfi Hutauruk. Mereka kembali meminta orang nomor satu di Kota Sibolga itu untuk hadir di Kejati Sumut kepada pekan depan. Kehadirannya diharapkan dapat membuat kasus itu lebih terang benderang.
Sejauh ini, kata Bobbi, penyidik belum menemukan indikasi keterlibatan Syarfi atau pejabat lain dalam tindak pidana korupsi yang merugikan negara sekitar Rp 5,3 miliar itu. Tapi tetap tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus ini, bergantung kepada keterangan tersangka, saksi dan alat bukti yang ditemukan penyidik.
Dalam kasus ini, penyidik sudah menahan dua tersangka, yaitu mantan Plt Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (PKAD) Kota Sibolga, Januar Effendi Siregar, dan pemilik lahan, Adely Lis.
Jauh hari sebelum penahanan itu, Januar menantang untuk ditahan. Dia berharap dengan penahanannya, pelaku utama dalam kasus ini terungkap. Menurutnya, dia hanya bawahan yang melaksanakan perintah atasan.
Dalam kasus ini, penyidik menemukan dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan lahan prasarana rumah perkantoran dan Rusunawa seluas kurang lebih 7.171 meter persegi di Jalan Merpati-Jalan Mojopahit, Kelurahan Aek Manis, Kecamatan Sibolga Selatan senilai Rp 6,8 miliar pada 2012. Diduga terjadi penggelembungan harga dalam pembelian itu sehingga negara dirugikan sekitar Rp 5,3 miliar.