Kasus suap pejabat Ditjen Pajak, KPK dalami dokumen hasil sitaan
KPK terus melakukan pengkajian terhadap segala dokumen terkait penerimaan suap Kasubdit bidang penegakan hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno. Ini dilakukan guna menelisik lebih jauh peran serta terjadinya deal antara Handang dengan pemberi suap, Rajesh Rajamohanan, bos PT Ekspor Prima Indonesia.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melakukan pengkajian terhadap segala dokumen terkait penerimaan suap Kasubdit bidang penegakan hukum Ditjen Pajak, Handang Soekarno. Ini dilakukan guna menelisik lebih jauh peran serta terjadinya deal antara Handang dengan pemberi suap, Rajesh Rajamohanan, bos PT Ekspor Prima Indonesia.
"Penyidik masih fokus untuk menganalisis dokumen-dokumen hasil penyitaan dari upaya penggeledahan di mana dokumen-dokumen itu akan dilihat kembali terkait informasi yang sebelumnya dimiliki penyidik KPK," ujar Kepala Biro Pemberitaan dan Informasi KPK, Priharsa Nugraha, Jumat (25/11).
Ada dugaan Handang tidak bermain sendiri atas tindakan tersebut. Priharsa menyebutkan untuk membuktikan dan menguak dugaan tersebut harus ada pemanggilan saksi berkaitan dengan kasus ini, tak terkecuali Dirjen Pajak Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi, selaku atasan Handang.
Namun, dia belum memastikan kapan pemeriksaan perkara Handang akan dilakukan. Ini mengingat penyidik tengah melakukan pendalaman terhadap tiap dokumen.
"Tentunya kita akan panggil saksi-saksi dan orang yang mengetahui secara detail job description dari posisi tersangka selaku kasubdit pajak," pungkasnya.
Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Presiden Direktur PT Ekspor Prima Ekspor Indonesia, Rajesh Rajamohanan Nair dan Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno. Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar RP 6 Miliar.
Akibat perbuatannya Rajesh sebagai pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 1 huruf b atau pasal 13 uu No 31 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana UU No 20 tahun 2001.
Handang sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 thn 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001.
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
-
Siapa yang meminta KPK untuk mengusut dugaan pembocoran informasi OTT? Mengomentari hal ini, Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni, menyebut jika pihaknya mendukung penuh KPK untuk mengungkap indikasi tersebut.
-
Bagaimana KPK mengembangkan kasus suap dana hibah Pemprov Jatim? Pengembangan itu pun juga telah masuk dalam tahap penyidikan oleh sebab itu penyidik melakukan upaya penggeledahan. "Penggeledahan kan salah satu giat di penyidikan untuk melengkapi alat Bukti," ujar Alex.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
-
Kenapa DPR meminta KPK untuk mengusut terduga pelaku yang membocorkan informasi OTT? Komisi III mendukung penuh KPK untuk segera membongkar indikasi ini. Karena kalau sampai benar, berarti selama ini ada pihak yang secara sengaja merintangi dan menghambat agenda pemberantasan korupsi.
-
Bagaimana cara DPR mendorong KPK untuk mengungkap terduga pelaku pembocoran informasi OTT? Bahkan Sahroni merekomendasikan KPK untuk berkolaborasi dengan instansi-instansi terkait, jika ingin serius mengungkap dugaan ini.
Baca juga:
KPK sebut perusahaan penyuap pejabat pajak bisa jadi pelaku tipikor
Kasus suap Pajak, KPK curiga komitmen fee ke Handang Soekarno besar
Sri Mulyani akui kantongi nama pegawai Kemenkeu mencurigakan
Menkeu akui OTT pejabat pajak lemahkan kepercayaan pada DJP
Usai kasus OTT, Sri Mulyani tulis 'surat cinta' ke pegawai Kemenkeu
Follow the suspect, KPK bakal periksa Dirjen Pajak