PDIP Buka Suara Rumah Kader di Jatim Digeledah KPK, Uang Rp300 Jutaan Disita
Ketua DPC PDIP Bangkalan, Fatkurrahman membenarkan soal adanya aktivitas penggeledahan itu.
PDIP Buka Suara Rumah Kader di Jatim Digeledah KPK, Uang Rp300 Jutaan Disita
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah seorang anggota DPRD Jawa Timur bernama Mahfud dari Fraksi PDIP.
-
Apa saja yang disita saat sidak di Rutan KPK? 'Sidak itu berlangsung pada 28 April 2023 dan berdasarkan berita acara ditemukan antara lain empat buah handphone dan uang tunai sejumlah Rp30 Juta. Selanjutnya bahwa empat buah handphone itu dimusnahkan pada tanggal 9 Mei 2023 atas perintah terperiksa,' beber Albertina.
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
-
Kenapa kantor PT Hutama Karya digeledah? Penyidik mendapatkan sejumlah dokumen terkait pengadaan yang diduga berhubungan dengan korupsi PT HK.
-
Apa yang KPK setorkan ke kas negara? 'Mencakup uang pengganti Rp10.07 miliar, uang rampasan perkara gratifikasi dan TPPU Rp29.9 miliar, serta uang rampasan perkara TPPU sebesar Rp577 juta,' kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (6/9), melansir dari Antara.
-
Apa yang sedang diselidiki KPK? Didalami pula, dugaan adanya penggunaan kendali perusahaan tertentu oleh saksi untuk mengikuti proyek pengadaan di Kementan RI melalui akses dari Tersangka SYL,' ungkap Ali.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
Penggeledahan itu disebut terkait dengan kasus dugaan korupsi dana hibah pokok pikiran (Pokir) Pemerintah Provinsi Jawa Timur (Pemprov Jatim).
Kasus ini sendiri merupakan pengembangan dari perkara suap yang menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.
Rumah yang digeledah itu diketahui berada jalan Halim perdana Kusuma Bangkalan, Madura, Jawa Timur. Penggeledahan itu sendiri terjadi pada Selasa (9/7 ) kemarin.
Fatkurrahman Ketua DPC PDIP Bangkalan, Madura membenarkan soal adanya aktivitas penggeledahan itu.
"Iya, bukan OTT tapi hanya penggeledahan," kata Fatkurrahman, Rabu (10/7).
Dia menegaskan bahwa penggeledahan tersebut dilakukan di rumah Mahfud.
"Penggeladahan yang dilakukan oleh anggota KPK di rumah Mahfud di perumahan IMC Bangkalan. Tapi KPK tidak melakukan penggeledahan rumah yang ada di Desa Katol, Kecamatan Kokop Bangkalan," lanjutnya.
Dia melanjutkan, di rumah Mahfud yang berada di perumahan Halim Perdana Kusuma telah disita dua handphone dan uang tunai pecahan Rp 20 ribu senilai Rp 300 juta rupiah
"Bukan OTT, hanya penggeledahan. Yang disita uang pecahan Rp20 ribuan. Diperkirakan sekitar Rp300-an (juta)," terangnya.
Sebelumnya, tim penyidik KPK menggeledah kediaman Mahfud terkait kasus korupsi. Penggeledahan tersebut dibenarkan oleh wakil ketua KPK, Alexander Marwata.
"Iyes (ada penggeledahan)," kata Alex.
Alex menyebut penggeledahan itu merupakan hasil pengembangan dari kasus suap pengelolaan dana hibah yang sempat menjerat mantan Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim, Sahat Tua P Simandjuntak (STPS).
Pengembangan itu pun juga telah masuk dalam tahap penyidikan oleh sebab itu penyidik melakukan upaya penggeledahan.
"Penggeledahan kan salah satu giat di penyidikan untuk melengkapi alat Bukti," ujar Alex.
Dalam kasus korupsi Sahat, KPK menyebut untuk tahun anggaran 2020 dan 2021 dalam APBD Pemprov Jatim merealisasikan dana belanja hibah dengan jumlah seluruhnya sekitar Rp7,8 triliun kepada badan, lembaga, hingga organisasi kemasyarakatan (ormas) yang ada di Pemprov Jatim.
Distribusi penyalurannya antara lain melalui Kelompok Masyarakat (Pokmas) untuk proyek infrastruktur hingga sampai tingkat pedesaan.
Terkait pengusulan dana belanja hibah tersebut merupakan penyampaian aspirasi dan usulan dari para anggota DPRD Jatim, salah satunya adalah Sahat.
Sahat menawarkan diri membantu dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka alias ijon. Kemudian Abdul Hamid menerima tawaran tersebut.
Diduga Sahat mendapat bagian 20 persen dari nilai penyaluran dana hibah yang akan disalurkan sedangkan Abdul Hamid mendapatkan bagian 10 persen.
Adapun besaran nilai dana hibah yaitu di tahun 2021 dan 2022 telah disalurkan masing-masing sebesar Rp40 miliar.
Agar alokasi dana hibah untuk tahun 2023 dan 2024 bisa kembali diperoleh Pokmas, Abdul Hamid kemudian kembali menghubungi Sahat dan sepakat menyerahkan sejumlah uang sebagai ijon sebesar Rp2 miliar.
Sahat pun dinyatakan terbukti bersalah oleh Majelis Hakim PN Tipikor Surabaya atas kasus korupsinya dengan pidana penjara selama 9 tahun.
Dia tebrukti melanggar pasal 12 a juncto pasal 18 undang-undang RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Hakim juga memperberat hukuman Sahat dengan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan. Lalu hakim memerintahkan Sahat mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 39,5 miliar.