Ke Amerika, 2 staf BPPT ini dibiayai perusahaan konsorsium e-KTP
Sidang kesembilan kasus korupsi e-KTP kembali digelar dengan menghadirkan sejumlah saksi. Kali ini, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan anggota tim teknis terkait proyek e-KTP.
Sidang kesembilan kasus korupsi e-KTP kembali digelar dengan menghadirkan sejumlah saksi. Kali ini, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan anggota tim teknis terkait proyek e-KTP.
Dalam sidang tersebut, staf pusat teknologi informasi dan komunikasi BPPT, Tri Sampurno, mengaku pernah dibiayai perjalanan ke Florida oleh Johannes Marliem, penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1, yang nantinya digunakan dalam proyek e-KTP.
"Iya pernah diberitahu oleh Pak Husni Fahmi ada undangan ke Florida untuk menghadiri undangan biometric conference," ujar Tri memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (13/4).
Jaksa KPK, Abdul Basir pun menanyakan akomodasi yang diperoleh, lantaran Tri mengatakan keberangkatannya bersama Husni ke Florida tidak disediakan atau ditanggung oleh Kementerian Dalam Negeri.
"Saya tidak dapat tiket atau allowance yang wajar dari Kemendagri," kata dia.
"Kalau tidak dapat yang biayai semua akomodasi siapa?" tanya jaksa Abdul Basir ke Tri.
"Johannes Marliem, saya kenalnya Pak Johannes Tan," jawab dia.
Tidak tanggung tanggung, selama ikut serta seminar di Florida selama 7 hari, Tri dan Husni, salah satu staf BPPT lainnya, mendapat uang USD 20.000. Uang tersebut, imbuhnya, diberikan Johannes melalui perantara sesaat sebelum keduanya melakukan check in. Merasa tidak berhak mendapat uang tersebut, uang pemberian Johannes langsung diserahkam ke Husni Fahmi di dalam pesawat.
"Saya kasih langsung uangnya yang di dalam amplop ke Pak Husni saat di dalam pesawat. Lalu saya bilang, mohon berikan saya akomodasi jika memang tidak ditanggung selama saya di sini. Saya di sana sembilan hari kurang lebih USD 1.500," jelasnya.
Pemberian uang tersebut merupakan bagian dari USD 20.000 yang diberikan Johannes Marliem. Dalam surat dakwaan milik Irman dan Sugiharto, sejumlah pengusaha yang tergabung dalam tim konsorsium melakukan beberapa pertemuan di ruko Graha Mas Fatmawati Blok B 33-35 milik Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dalam pertemuan tersebut diduga kuat sudah ada skema konsorsium yang akan dimenangkan, di mana konsorsium tersebut merupakan bawaan Andi Narogong.
Setidaknya ada tiga konsorsium yang dibentuk secara 'sengaja' oleh Andi yakni Konsorsium PNRI, Konsorsium Astragraphia, dan Konsorsium Murakabi. Untuk konsorsium Murakabi terdapat PT Java Trade yang masuk dalam anggota.
Direktur PT Java Trade, Johannes Marliem pun kemudian menawarkan Johannes Richard Tanjaya untuk membuat spesifikasi teknis agar nantinya AFIS menggunakan produk L-1.