'Kopassus buat bebaskan 2 WNI, sama saja bunuh nyamuk pakai martil'
Operasi militer adalah opsi paling akhir yang harus dilakukan jika langkah negosiasi gagal.
Pemerintah masih berupaya melakukan negosiasi untuk membebaskan dua Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok bersenjata Organisasi Papua Merdeka (OPM). Sejumlah pihak menilai pemerintah seharusnya langsung melakukan penyerangan untuk membebaskan dua WNI tersebut.
Namun, mantan Kasum TNI Letjen TNI Purn Suryo Prabowo menilai, operasi militer untuk membebaskan para sandera adalah opsi paling akhir yang harus dilakukan jika langkah negosiasi gagal.
"Penyanderaan yang melibatkan dua negara memang memakan waktu lama. Jadi penyanderaan ini tidak perlu dibesar-besarkan. Apalagi memilih opsi militer, mengerahkan tentara itu pilihan terakhir," katanya dalam siaran pers, Kamis (17/9).
"Mengerahkan tentara, apalagi Kopassus itu pilihan terakhir jika upaya negosiasi gagal. Kalaupun memilih operasi militer, cukup pasukan Raider, tidak perlu menurunkan Kopassus apalagi Sat-81," kata mantan Wakasad ini.
Menurut Suryo, selama ini hubungan Indonesia dengan Papua Nugini selama ini cukup baik. Karenanya, diharapkan pemerintah Papua Nugini dapat bernegosiasi dengan penyandera agar bisa membebaskan 2 WNI tersebut.
"Tentu kita berharap pemerintah PNG dapat lakukan negosiasi dengan penyandera. Tidak perlu emosional, kirim pasukan, apalagi Kopassus," katanya.
Dia mengatakan, Kopassus memang sudah teruji. Jika nantinya pilihan jatuh dengan menerjunkan Kopassus, mereka pastinya akan melakukan tugas itu dengan penuh kebanggaan.
"Kopassus sudah teruji dan terlatih selalu sukses dalam operasi pembebasan sandera seperti operasi Woyla tahun 1981 di Thailand dan Mapenduma di Papua tahun 1996. Kalau pemerintah gunakan Kopassus, apalagi Sat 81, itu sama saja membunuh nyamuk pakai martil," tutupnya.