Kritik keras Fadli Zon buat Jokowi di 3 tahun pemerintahan
Kritik keras Fadli Zon buat Jokowi di 3 tahun pemerintahan. Fadli menilai orientasi pembangunan era Jokowi adalah infrastruktur. Namun, ada beberapa hal yang perlu dievaluasi dari pembangunan infrastruktur, yakni ekspansi belanja infrastruktur yang terlalu berlebihan.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan kehidupan era pemerintahan Joko Widodo jauh lebih sulit. Hal itu diketahui dari polling yang dibuatnya di media sosial soal tingkat kesejahteraan masyarakat saat ini. Polling itu menyediakan tiga opsi pendapat, yakni lebih sulit, lebih mudah dan 'begitu-begitu saja'.
"Dalam waktu kurang lebih kurang enam jam, ada 7.000 vote. Yang menjawab lebih susah nih 66 persen, lebih mudah dong 20 persen, dan begitu-begitu saja 14 persen," kata Fadli.
Fadli menilai orientasi pembangunan era Jokowi adalah infrastruktur. Namun, ada beberapa hal yang perlu dievaluasi dari pembangunan infrastruktur, yakni ekspansi belanja infrastruktur yang terlalu berlebihan.
"Lebih dari 2 kali lipat dari era akhir SBY dari 8 sekian persen jadi 18 persen lebih padahal anggaran terbatas," ujarnya.
Kemudian, dia menyoroti anggaran pembangunan infrastruktur yang berasal dari hasil pencabutan subsidi rumah tangga masyarakat. Kebijakan mencabut subsidi BBM, kata Fadli, bertentangan dengan janji Jokowi saat kampanye Pilpres 2014.
"Mencabut subsidi rumah tangga (BBM, Listrik, Pupuk, dan lain-lain) yang pada akhirnya memperlambat laju perekonomian," tambahnya.
Gencarnya pemerintah membangun infrastruktur memicu akselerasi utang yang berakibat pada defisit negara.
"Akselerasi utang. Ini menyebabkan defisit sehingga defisit kita termasuk yang tertinggi dan utang kita mencapai rekor tertinggi sejarah Indonesia Rp 4 ribu triliun," katanya.
Oleh karena itu, Wakil Ketua DPR ini menyebut pembangunan infrastruktur malah membuat hidup masyarakat kian sulit lantaran tidak berdampak langsung kepada mereka.
"Pembangunan infrastruktur yang mengambil porsi yang begitu besar dari APBN tetapi infra tersebut tidak memberikan dampak yang langsung kepada masyarakat," tandasnya.
Berbeda dengan Fadli, Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira membela pemerintahan Jokowi-JK. Andreas menuturkan, ada kemajuan di bidang ekonomi berdasarkan hasil sejumlah lembaga survei dengan metode kuantitatif.
"Dari aspek kestabilan (ekonomi) relatif stabil. Mulai nilai kurs, inflasi dan lainnya," katanya.
Konsep Indonesia sentri yang diterapkan Jokowi-JK juga diyakini mampu menciptakan pemerataan pembangunan baik infrastruktur, yang bersifat kesejahteraan sosial, ekonomi ke seluruh pelosok Nusantara.
"Perhatian khusus juga dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK di wilayah seperti Papua dengan indikator-indikator peningkatan investasi, maupun infrastruktur," tambah Andreas.
Tak hanya itu, Andreas juga memuji kinerja pemerintahan Jokowi-JK untuk meningkatkan kesejahteraan sosial. Sejauh ini, lanjut dia, pemerintahan Jokowi sudah bisa menggaransi kesehatan untuk 9,2 juta dari 240 juta rakyat Indonesia.
Jumlah ini akan terus meningkat. Selain itu, indikator kesejahteraan rakyat juga terakomodasi dari dikeluarkannya Kartu Indonesia Pintar, Kartu Indonesia Sehat, serta indikator lainnya.
"Indoensia salah satu negara berkembang yang meraih sukses dalam melahirkan health insurence, dan akan meningkat terus," katanya.
Fadli Zon juga mengkritik gaya kepemimpinan Jokowi selama 3 tahun memimpin Indonesia. Fadli menilai Jokowi sebagai pemimpin 'one man show'. Hal ini karena Jokowi ingin selalu tampil dan mengerjakan semua tugas.
"Jokowi ini 'one man show'. Kadang sebagai presiden, gubernur, bupati, wali kota, mandor, manager sampai tukang bagi kaos dan sepeda, bagi kartu dan sebagainya. Ini 'one man show," kata Fadli.
Padahal, Fadli berharap Jokowi segera diharapkan berperan seperti dirijen yang hanya mengatur agar menteri-menterinya bekerja baik seperti sebuah simponi dalam musik.
"Kalau semua dia mau mainkan sehingga tidak ada simponi, tidak ada orkestranya," ujarnya.
Gaya kepemimpinan seperti ini, kata Fadli, justru akan menimbulkan masalah besar. Dia membandingkan, di masa Orde Baru, Soeharto malah diberi kesempatan untuk bekerja menunjukkan kompetensinya.
"Leadership one man show tidak akan menyelesaikan persoalan," tambahnya.