LSI Denny JA soal 10 Tahun Jokowi: Tiga Rapor Biru dan Satu Rapor Merah
LSI Denny JA juga merumuskan empat prinsip untuk mengevaluasi keberhasilan seorang presiden di akhir masa jabatannya.
Dengan menganalisis tujuh indeks global yang diterbitkan oleh tujuh lembaga internasional terpercaya, LSI Denny JA menyimpulkan bahwa selama 10 tahun pemerintahan Jokowi, dari 2014 hingga 2024, dapat dikategorikan sebagai berhasil. Hal ini terlihat dari hasil yang menunjukkan 3 rapor biru, 1 rapor merah, dan 3 rapor netral.
LSI Denny JA juga merumuskan empat prinsip untuk mengevaluasi keberhasilan seorang presiden di akhir masa jabatannya, yang dianggap lebih akurat dan menyeluruh.
Prinsip pertama adalah penilaian harus didasarkan pada data dan riset yang berasal dari lembaga yang kredibel. Dengan menggunakan riset dan data yang telah terakumulasi selama bertahun-tahun, penilaian menjadi lebih representatif terhadap kondisi yang sebenarnya, bukan sekadar spekulasi atau prasangka.
Prinsip kedua menekankan pentingnya penilaian yang komprehensif, mencakup berbagai aspek seperti ekonomi, politik, sosial, dan hukum. Setiap pemerintahan mungkin berhasil dalam satu aspek, tetapi gagal di aspek lainnya.
Dengan menganalisis semua dimensi tersebut, penilaian yang objektif dan menyeluruh bisa lebih mudah dilakukan. Prinsip ketiga adalah membandingkan data dari tahun pertama (2014) dengan tahun terakhir (2024) pemerintahan Jokowi. Dengan dua titik waktu ini, evaluasi terhadap pemerintahan dapat dilakukan dalam jangka waktu yang cukup dan memberikan dasar untuk menilai kemajuan atau kemunduran.
Prinsip keempat menegaskan bahwa data yang digunakan harus berasal dari lembaga internasional yang kredibel dan teruji. Data tersebut juga harus dapat diakses oleh publik melalui internet.
Dalam hal ini, LSI Denny JA hanya menggunakan data dari lembaga seperti World Bank, The Heritage Foundation, Transparency International, dan lembaga sejenis. Penilaian yang didasarkan pada tujuh indeks ini menjadi program unggulan LSI Denny JA untuk mengevaluasi presiden Indonesia di masa mendatang setelah masa jabatannya berakhir.
Pendekatan berbasis indeks global ini melengkapi metode penilaian lainnya yang juga umum digunakan di negara lain, seperti Approval Rating, yang mengukur tingkat kepuasan publik terhadap kinerja presiden pada bulan terakhir masa jabatannya.
Selama sepuluh tahun pemerintahan Jokowi (2014-2024), kinerja pemerintahannya dievaluasi melalui tujuh indeks internasional yang menghasilkan tiga rapor positif, satu rapor negatif, dan tiga rapor netral untuk berbagai isu.
Tiga rapor positif mencakup PDB, Indeks Kebebasan Ekonomi, dan Indeks Kemajuan Sosial, sedangkan satu rapor negatif berasal dari Indeks Demokrasi. Adapun tiga rapor netral terdiri dari Indeks Kebahagiaan, Indeks Pembangunan Manusia, dan Indeks Korupsi.
"Dalam satu dekade kepemimpinan Jokowi, Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dalam aspek ekonomi dan sosial. Namun, tantangan untuk mencapai pemerintahan yang sepenuhnya demokratis dan inklusif masih ada," ungkap LSI Denny JA dalam pernyataan yang diterima.
"Hasil dari tiga rapor positif, satu rapor negatif, dan tiga rapor netral ini mencerminkan keberhasilan Jokowi dalam mengembangkan ekonomi dan infrastruktur, namun juga menekankan perlunya perbaikan dalam aspek demokrasi, kesejahteraan masyarakat, serta reformasi tata kelola yang lebih efektif dan adil."
Di balik keberhasilan ekonomi dan sosial, terdapat tantangan serius yang memengaruhi kualitas demokrasi serta tata kelola pemerintahan. Penurunan Indeks Demokrasi menunjukkan adanya pembatasan terhadap oposisi, sehingga DPR dan partai politik tidak berkembang sebagai penyeimbang kekuasaan presiden.
Meskipun langkah-langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas, hal ini berpotensi menurunkan kualitas demokrasi dalam jangka panjang. Stagnasi pada indeks korupsi mencerminkan lemahnya reformasi birokrasi dan kurangnya tindakan tegas terhadap kasus-kasus korupsi di berbagai tingkatan, yang menunjukkan tantangan dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan transparan.
Selain itu, kebijakan untuk menciptakan inklusivitas sosial belum berjalan optimal. Pertumbuhan PDB dan infrastruktur lebih banyak dirasakan di daerah perkotaan, sementara wilayah terpencil tertinggal dalam akses pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi.
Ketimpangan ini membuat kemajuan ekonomi terasa tidak merata, dan kesejahteraan serta kebahagiaan masyarakat belum merata. Diperlukan upaya yang lebih inklusif agar manfaat pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.
Meskipun dengan catatan kritis tersebut, LSI Denny JA menyatakan bahwa 10 tahun kepemimpinan Jokowi tetap dapat dianggap berhasil karena lebih banyak menghasilkan catatan positif.