Korupsi Tata Niaga Timah, Tiga Bos Smelter Divonis Empat dan Delapan Tahun Penjara
Ketiganya adalah Komisaris PT SIP Suwito Gunawan alias Awi, Direktur PT SBSRobert Indarto dan General Manager Operational PT Tinindo Internusa, Rosalina.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta membacakan putusan terhadap tiga petinggi smelter terkait korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015–2022. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (9/12).
Tiga orang itu adalah Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa (SIP) Suwito Gunawan alias Awi, Direktur PT Sariwiguna Binasentosa (SBS) Robert Indarto dan General Manager Operational PT Tinindo Internusa, Rosalina.
Ketiganya mendapatkan hukuman yang beragam. Suwito diganjar hukuman pidana penjara selama 8 tahun.
"Mengadili, menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Suwito dengan pidana penjara selama 8 tahun denda Rp1 miliar subsider 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Eko Aryanto di ruang sidang, Senin (23/12).
Hakim juga mewajibkan Suwito membayar uang pengganti sebesar Rp200.704.628.766,6 atau setara dengan Rp2,2 triliun. Dengan ketentuan, jika Suwito tidak membayar uang pengganti, maka diganti dengan enam tahun kurungan penjara.
Sementara itu, Robert Indarto dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan. Dia juga diminta untuk membayar uang pengganti Rp1.920.273.791.788,36. Apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan 6 tahun kurungan badan.
Dalam kasus ini, Suwito dan Robert, terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) secara bersama-sama.
"Mengadili menyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama sama dan TPPU secara bersama-sama," ujar Eko.
Sedangkan, Rosalina divonis 4 tahun denda Rp750 juta subsider 6 bulan. Berbeda Suwito dan Robert, Rosalina tidak dikenakan pasal TPPU.
Pihak Robert: Jual Kolor pun tak Terbayar
Menyikapi vonis majelis hakim, penasihat hukum Robert Indarto, Handika Honggowongso menilai putusan terhadap kliennya sangat berat. Dia memastikan perihal uang pengganti pun tidak akan sanggup dibayarkan.
"Sampai jual celana kolor pun Pak Robert Indarto tidak akan bisa melunasi itu uang pengganti itu," tutur Handika kepada wartawan, Senin (23/12).
Dia memastikan, terdakwa Robert Indarto tidak menikmati uang Rp1,9 triliun dari kasus korupsi komoditas timah itu. Majelis hakim pun dinilai menjatuhkan vonis yang tidak wajar.
"Uang sebesar itu benar-benar tidak dinikmati oleh Robert Indarto," jelas dia.
Handika menyatakan, pihaknya akan mengajukan langkah hukum Banding atas vonis 8 tahun penjara dan uang pengganti Rp1,9 miliar yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terkait kasus korupsi komoditas timah itu.
"Mejelis hakim hanya copy paste tuntutan JPU. Mudah-mudahan di tingkat Banding kami akan mendapat keadilan sesuai fakta yang terungkap di persidangan," Handika menandaskan.