Kubu Ferdy Sambo Tanggapi Replik JPU: Lahir dari Rasa Frustasi dan Halusinasi
Hal itu disampaikan kubu Ferdy Sambo dalam sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J dengan agenda duplik digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Selasa (31/1).
Penasihat hukum Ferdy Sambo menilai replik disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sama sekali tidak membuat hal substantif perkara dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Hal itu disampaikan kubu Ferdy Sambo dalam sidang lanjutan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J dengan agenda duplik digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, Selasa (31/1).
"Bahkan tidak menjawab secara yuridis nota pembelaan dari tim penasihat hukum," kata salah satu penasihat hukum Ferdy Sambo, Arman Hanis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
-
Apa sanksi yang diterima Ferdy Sambo? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Siapa yang memimpin Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Bagaimana proses Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Apa yang dilakukan Fredy Pratama? Nur Utami berubah sejak menikah dengan pria berinisial S, yang dikenal sebagai kaki tangan gembong narkoba Fredy Pratama.
-
Dimana Fredy Pratama bersembunyi? Bareskrim Polri mengungkap lokasi dari gembong narkoba Fredy Pratama yang ternyata bersembunyi di pedalaman hutan kawasan negara Thailand.
Arman mengatakan, penuntut umum secara serampangan menyampaikan tuduhan kosong bahwa tim penasihat hukum tidak profesional, gagal fokus mempertahankan kebohongan terdakwa Ferdy Sambo, memberikan masukan agar menjadi tidak terang perkara.
Selain itu, kubu Ferdy Sambo menilai dalil disampaikan JPU menjerumuskan terdakwa seakan malah menyerang kedudukan profesi advokat sebagai officium nobile tidak mendasar.
"Tanggapan penuntut umum demikian terasa sangat menggelikan sekaligus menyedihkan karena dilandasi argumentasi yang bersifat halusinasi," ujar Arman.
Menurut Arman, penuntut umum terlihat frustasi karena semua dalil tuntutannya terbantahkan.
"Dan sialnya lagi, di saat bersamaan tidak mempunyai bukti dan dalil yang cukup untuk menutupinya. Yang tersisa hanyalah racauan atau semata-mata demi memenuhi syarat adanya tanggapan atas pleidoi," ujar Arman.
Arman mengatakan, penuntut umum sepatutnya memeriksa dengan baik dan teliti setiap keterangan saksi-saksi, para ahli, dan terdakwa Ferdy Sambo selama persidangan agar dapat secara utuh menilai kesesuaian fakta-fakta persidangan.
Sayangnya menurut Arman, replik penuntut umum malah terus terjebak pada kerangka imajinatif, yang bisa jadi turut menyesatkan proses peradilan, masyarakat, dan menjauhkan peradilan ini dari semangat imparsial dan objektif.
"Rasa frustasi sepertinya turut menyebabkan penuntut umum gagal memahami konsep dan sistem bekerjanya peradilan pidana, yang melibatkan tiga pilar penegak hukum yang setara, yaitu penuntut umum, penasihat hukum, dan majelis hakim," tandas dia.
Jaksa Patahkan Pleidoi Ferdy Sambo, Minta Hakim Jatuhkan Vonis Sesuai Tuntutan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah menggelar sidang pembunuhan berencana Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat, yang beragendakan pembacaan replik atau tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas nota pembelaan terdakwa, pada Jumat (27/1) kemarin. Terdakwa yang dihadirkan saat itu adalah Ferdy Sambo.
Dalam tanggapannya, jaksa meminta kepada Majelis Hakim agar dapat menolak keseluruhan pleidoi atau nota pembelaan Ferdy Sambo.
Salah satu alasan Jaksa meminta pleidoi ditolak karena penasihat hukum Ferdy Sambo dinilai gagal fokus serta berkontribusi mempertahankan kebohongan eks Kadiv Propam Polri itu.
"Tanggapan penasihat hukum mengenai kalau benar terdakwa Ferdy Sambo menembak korban. Padahal tidak, penuntut umum gagal membuktikan jenis senjata apa yang dipakai terdakwa menembak Yosua Hutabarat," kata jaksa membacakan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jumat (27/1).
Jaksa menilai, tanggapan penasihat hukum dalam poin ini sangat keliru dan tidak benar.
"Penasihat hukum yang mengikuti persidangan selama ini tidak fokus atau gagal fokus dalam mengikuti persidangan, sehingga berpendapat seperti di atas," sebut jaksa.
Jaksa mengurai, mengacu fakta yang para terdakwa sekaligus saksi penembakan Brigadir J seperti Kuat Maruf, Ricky Rizal dan Putri Candrawathi yang ad di lokasi seolah tak melihat kejadian itu.
"Meskipun saat peristiwa terjadi ada saksi Ricky Rizal Wibowo dan Kuat Maruf serta Putri Candrawathi, akan tetapi ketiga orang tersebut dikondisikan seolah-olah tidak mengetahui peristiwa tersebut," kata jaksa.
Jaksa juga menilai penasihat hukum Sambo justru turut serta mempertahankan kebohongan yang selama ini dibangun kliennya tersebut. Padahal menurut Jaksa, sudah jelas dan tidak terbantahkan lagi jika Ferdy Sambo melakukan persiapan perencanaan sejak di Saguling, hingga pelaksanaan eksekusi di bekas rumah dinas di Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Hal ini juga sesuai dengan keterangan dari Bharada Richard Eliezer alias Bharada E, yang membuat terang peristiwa pembunuhan berencana ini.
"Hal tersebut juga secara nyata dan pasti diakui penasihat hukum, hanya saja penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo berusaha tidak mau tau dan berusaha memberikan masukan ke terdakwa Ferdy Sambo demi kepentingan terdakwa Ferdy Sambo, dengan tujuan agar perkara ini tidak terungkap secara terang," papar jaksa.
"Bahkan, penasihat hukum juga ikut proaktif saat melakukan rekonstruksi, baik dalam penyidikan maupun pemeriksaan lapangan yang dihadiri Ketua Majelis Hakim. Sehingga, patut diduga peristiwa itu nyata-nyata sangat dipahami penasihat hukum Ferdy Sambo," sambungnya.
Atas beberapa alasan itulah, jaksa meminta Majelis Hakim tidak menerima atau menolak secara keseluruhan pleidoi Ferdy Sambo.
"Berdasarkan keseluruhan uraian tersebut di atas, kami tim penuntut umum dalam perkara ini bahwa pleidoi penasihat hukum haruslah di kesampingkan. Selain itu, uraian pleidoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," jelas jaksa.
Jaksa juga meminta kepada Majelis Hakim untuk dapat memutus perkara terhadap Ferdy Sambo sesuai dengan tuntutannya yakni pidana penjara seumur hidup.
"Menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo. Menjatuhkan putusan sebagaimana diktum penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Selasa, 17 Januari 2023," pungkas jaksa.
Pleidoi Ferdy Sambo
Terdakwa Ferdy Sambo membacakan pembelaan atau pleidoi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1). Sambo menjadi terdakwa atas kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dalam persidangan, Sambo menyampaikan bahwa tekanan masa baik dari luar maupun dalam telah mempengaruhi persepsi publik. Bahkan, memungkinkan ada yang mencari popularitas dalam perkara kasusnya.
Simak ulasan informasinya berikut ini.
Ferdy Sambo menyampaikan pembelaan atau pleidoi dalam persidangan yang diselenggarakan pada Selasa (24/1).
"Berikut tekanan masa baik di dalam maupun di luar persidangan yang kemudian telah mempengaruhi persepsi publik. Bahkan mungkin mempengaruhi arah pemeriksaan perkara ini mengikuti kemauan sebagian pihak," ujar Ferdy Sambo dalam persidangan.
"termasuk juga mereka yang mencari popularitas dari perkara yang tengah saya hadapi," sambungnya.
Lebih lanjut Ia mengaku tidak memahami bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Terlebih dalam konstitusi negara ini masih berpegang pada prinsip memberikan hak atas jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil. Selain itu juga memberikan perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mata hukum.
"Saya tidak memahami bagaimana hal tersebut terjadi," kata Sambo.
"sementara prinsip negara hukum yang memberikan hak atas jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara di mata hukum, masih diletakkan dalam konstitusi di negara kita," lanjutnya.
Terdakwa Ferdy Sambo membacakan pembelaan atau pleidoi dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/1).
Dalam persidangan, Sambo menyampaikan bahwa tekanan masa baik dari luar maupun dalam telah mempengaruhi persepsi publik.
Reporter: Ady Anugrahadi/Liputan6.com
(mdk/gil)