Calon Gubernur Jatim disinyalir gunakan program negara untuk pengaruhi masyarakat
Untuk bisa mengetahui kebenaran ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas pelaksanaan pemilu harus turun tangan. Jangan hanya Bawaslu menunggu laporan, tetapi melakukan penyelidikan kebenaran isu tersebut.
Kabar miring terdengar pada kampanye salah satu tim pemenangan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Timur. Salah satu paslon tersebut disinyalir menggunakan fasilitas program negara untuk mempengaruhi masyarakat dalam pemilihan gubernur (Pilgub) Jawa Timur.
"Kami telah mendengar persoalan ini dua bulan yang lalu. Tetapi masih belum ada tindakan," kata Ketua Divisi Advokasi Indonesia Civil Right Watch, Arif Budi Santoso kepada Merdeka.com, Rabu (28/3).
-
Bagaimana Khofifah Indar Parawansa mendapatkan dukungan? Khofifah Indar Parawansa berpasangan dengan Emil Elistianto Dardak. Pasangan ini memperoleh dukungan dari 15 partai politik, termasuk partai parlemen maupun non-parlemen.
-
Siapa saja yang mendukung Khofifah di Pilgub Jatim? PAN, Gerindra, Golkar, dan Demokrat menyatakan kesiapannya untuk mendukung Khofifah di Pilgub Jatim.
-
Apa yang akan dilakukan Khofifah di Pilgub Jatim? Ketua Tim Kampanye Daerah Jawa Timur Prabowo-Gibran, Khofifah Indar Parawansa menyatakan akan kembali mengikuti kontestasi pemilihan gubernur (pilgub) Jawa Timur 2024.
-
Kapan Khofifah memutuskan untuk ikut Pilgub Jatim? Ketua Tim Kampanye Daerah Jawa Timur Prabowo-Gibran, Khofifah Indar Parawansa menyatakan akan kembali mengikuti kontestasi pemilihan gubernur (pilgub) Jawa Timur 2024.
-
Siapa yang memberikan dukungan kepada Khofifah-Emil Dardak? Plt Ketum PPP Mardiono mengungkapkan, dukungan untuk Khofifah dan Emil Dardak ini diberikan atas pertimbangan dari para habaib dan juga DPD.
-
Kenapa PPP mendukung Khofifah-Emil Dardak? Atas pertimbangan baik masukan dari para tokoh, habaib, dan juga usulan DPD PPP yang telah melakukan rapat dan telah lakukan komunikasi politik dengan Ibu Khofifah dan Pak Emil, maka memutuskan PPP untuk mendukung Ibu Khofifah dan Bapak Emil Dardak untuk melanjutkan kerjanya di Jatim,” kata Mardiono dalam sambutannya.
Arif mengatakan, sebenarnya penggunaan fasilitas negara seperti program Program Keluarga Harapan (PKH) perlu mendapatkan pengawasan lebih ketat. Program tersebut rentan penyalahgunaan, apalagi adanya kemungkinan petugas PKH juga menjadi tim sukses untuk pasangan calon (Paslon) tersebut.
Informasi penyalahgunaan ini telah terdengar dua bulan lalu, namun semenjak sebulan lalu justru informasi tersebut semakin santer terdengar. Program tersebut, ujar dia, berada di hampir seluruh daerah di Jatim. Program itu sangat efektif untuk menggiring masyarakat memilih salah satu pasangan calon.
"Ada pemaksaan yang membuat pemilih tidak menjadi netral, misalnya ada tekanan untuk memilih salah satu paslon, kalau tidak orang tersebut tidak akan mendapatkan lagi bantuan PKH. Gampangane, kon gak manut aku gak tak kei (gampangannya, kamu tidak nurut saya tidak saya kasih dana PKH)," ujarnya.
Untuk bisa mengetahui kebenaran ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pengawas pelaksanaan pemilu harus turun tangan. Jangan hanya Bawaslu menunggu laporan, tetapi melakukan penyelidikan kebenaran isu tersebut. Jika benar, maka pihak yang bersangkutan harus menerima hukuman sesuai dengan aturan yang ada.
Sesuai dengan ketentuan, penggunaan fasilitas negara bisa terkena jeratan hukum pidana. Hal itu tertuang dalam pasal 69 huruf H jo 187 ayat c Undang-Undang No 8 tahun 2015 tentang perubahan pertama dalam pilkada. Dalam aturan ini sangat jelas, bahwa menggunakan fasilitas negara sangat dilarang.
"Penggunaan fasilitas negara ini bisa juga seperti mengklaim program pemerintah merupakan program darinya. Itu tidak boleh, hal ini berbeda dengan paslon ngomong program itu bagus, ini konteksnya memberi gambaran kalau program tersebut layak diteruskan. Kalau main klaim itu jelas pelanggaran," tegas Arif.
Klaim program jelas ada niatan untuk mempengaruhi secara nyata supaya masyarakat sebagai pemilih mendukung dan memilihnya. Masyarakat menjadi takut untuk tidak memilihnya, karena pemikiran mereka muncul kalau tidak memilih jangan-jangan tidak mendapatkan program tersebut.
Akhirnya muncul dalam hati mereka untuk mengikuti keinginan paslon yang mengklaim PKH merupakan programnya. "Jelas pelanggaran. Dan anehnya tidak ada tindakan, padahal kabarnya ini sudah terjadi di hampir seluruh wilayah Jawa Timur," beber konsultan hukum ini. Diketahui, jumlah dana PKH yang diterima satu keluarga penerima manfaat, yakni sebesar Rp 1.890.000
Sementara Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Demokrat Surabaya, Herlina Harsono membantah bila PKH digunakan untuk kepentingan paslon nomor urut satu. Menurut dia, selama melakukan kampanye paslon hanya menawarkan program-program kalau nantinya menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur.
"Nggaklah. Tidak ada menggunakan alat pemerintah untuk kampanye. Selama ini kami hanya memaparkan program-program kepada masyarakat," katanya.
(mdk/hhw)