Mahfud Tegaskan Negara Tetap Lindungi Agama di Luar Enam yang Diakui
Menurutnya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan di mana terdapat kalimat yang menyebut bahwa negara hanya mengakui enam agama saja dan membiarkan agama lainnya.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan bahwa negara tetap melindungi agama-agama di luar enam yang diakui oleh negara.
Menurutnya dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan di mana terdapat kalimat yang menyebut bahwa negara hanya mengakui enam agama saja dan membiarkan agama lainnya.
-
Mengapa Mahfud MD dikabarkan mundur dari Menko Polhukam? Dia menilai, mundurnya Mahfud dari kabinet lantaran ingin fokus berkampanye dan mengikuti kontestasi di Pilpres 2024.
-
Apa yang dilakukan Mahfud Md selama menjadi Menko Polhukam? Selama menjabat sebagai Menko Polhukam, ada sejumlah gebrakan yang pernah dilakukan oleh Mahfud Md. Salah satunya, Menko Polhukam Mahfud Md membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk mengusut kasus Intan Jaya, Papua yang menewaskan empat orang, yakni warga sipil dan pendeta serta dua anggota TNI.
-
Dimana konsentrasi dokter spesialis di Indonesia? Dia mengatakan 59 persen dokter spesialis terkonsentrasi di Pulau Jawa. "Rata-rata semuanya dokter spesialis pada di Jawa dan di kota. 59 persen dokter spesialis itu terkonsentrasi di Pulau Jawa, 59 persen," ujarnya.
-
Bagaimana Mahfud MD ingin menularkan ketegasannya? Justru saya akan semakin tegas dan membuat jaringan-jaringan agar ketegasan itu akan menular ke birokrasi di mana saya memimpin. Itu saja sebenarnya,” pungkas Mahfud MD.
-
Kapan Mahfud MD melanjutkan kampanye di Semarang? Cawapres Mahfud MD melanjutkan kampanye di Semarang, Jawa Tengah, Selasa 23 Januari 2024.
-
Apa alasan Mahfud Md memutuskan untuk mundur dari jabatan Menko Polhukam? Hari ini saya sudah membawa surat untuk presiden, untuk disampaikan ke presiden langsung tentang masa depan politik saya, yang belakangan ini menjadi perbincangan publik. Dan surat ini akan disampaikan begitu saya mendapat jadwal ketemu presiden. Tapi saya bawa terus karena memang surat ini begitu saya diberi waktu langsung saya ketemu langsung saya sampaikan surat ini," kata Mahfud dalam pernyataannya di Lampung, Rabu.
Menurutnya, kata membiarkan bukan bermakna diskriminatif melainkan melindungi agama-agama tersebut.
"Artinya tidak ada salahnya, karena kata 'dibiarkan' pada UU itu artinya tidak diganggu, diperlakukan sama sebenarnya. Kalau dibiarkan kan dianggap diskriminatif yang satu dibina, yang satu dibiarkan, tidak sebenarnya dibiarkan artinya dilindungi agama-agama lain itu," kata Mahfud dalam acara Lecture Series Majelis Profesor Riset Mewujudkan Harmoni dalam Kebhinekaan: Masalah dan Solusinya secara daring, Selasa (15/12).
Menurut dia, sempat UU tersebut digugat. Namun Mahfud menjelaskan bahwa secara substansi tak ada yang salah soal bunyi UU itu. Hal tersebut hanya menyangkut kebahasaan saja.
"Sehingga kita katakan kalau mau mengubah UU pada waktu itu saya ketua MK ya diubahnya di DPR lagi karena ini soal bahasa bukan soal substansi begitu," katanya.
Dikatakan Mahfud, tak ada yang salah soal bunyi dalam UU tersebut. Ia mengakui bahwa agama di Indonesia banyak, namun selama ini semuanya hidup harmonis dalam kesatuan.
"Nah di dalam perbedaan yang sangat banyak itu aliran-aliran Islam juga banyak di Indonesia. Mulai dari Ahlul Sunnah, Syiah di dalam Ahlul Sunnah sendiri ada Wahabi ada NU, ada Muhammadiyah, Ahmadiyah juga ada di sini macam-macamlah," katanya.
Kunci Keharmonisan
Kemudian, Mahfud MD mengaku pernah ditanya soal kunci keharmonisan bangsa Indonesia di tengah kemajemukan bangsa ini. Ia menyebut bahwa kunci keharmonisan bangsa ini adalah kesediaan masyarakatnya untuk menyepakati sebuah tata nilai.
"Nah kenapa keharmonisan itu bisa dibangun? Dulu sih ketika Indonesia mau didirikan sebenarnya memang terjadi tolak-tarik sih antara yang ingin mendirikan negara berdasarkan ikatan primordial, gak usah dibahas lagi perdebatannya agak panjang. Sampai akhirnya ditemukan kunci keharmonisan itu, yaitu kita mau hidup bersama di dalam perbedaan dengan menyepakati tata nilai yang kita abstraksi dari berbagai perbedaan primordial itu. Itu kemudian kita sebut ideologi negara Pancasila," katanya.
Pancasila, kata Mahfud dijadikan sebagai dasar fondasi filosofi ideologi negara. Menurut dia Pancasila merupakan kesepakatan luhur di mana bangsa Indonesia bersedia untuk hidup dalam alam perbedaan.
Pancasila juga disarikan dari nilai-nilai primordial dari berbagai kelompok masyarakat yang bermukim di negeri ini.
"Itulah kemudahan yang melahirkan dasar ideologi negara kita Pancasila. Sehingga nilai-nilai yang sama dari berbagai ikatan primordial yang berbeda diangkat ke atas. Yang berbeda itu jadi urusan private," paparnya.
Demi menopang keharmonisan tersebut akhirnya Pancasila memiliki sejumlah kedudukan atau fungsi. Misalnya fungsi Pancasila sebagai dasar negara serta fungsi di luar sebagai dasar negara.
"Kalau fungsi sebagai dasar negara itu melahirkan hukum yang dibuat bersama, ya inilah hukum nasional. Sebagai dasar negara itu lahir tata peraturan perundang-undangan tuh UUD, UU Perpu, PP, Perpres dan sebagainya. Nah itu dibuat sebagai peraturan bersama," jelas Mahfud.
Karena dasar negara melahirkan berbagai peraturan perundang-undangan, maka apa yang dibuat dalam UU merupakan kesepakatan dari nilai-nilai yang berbeda. UU merupakan hukum nasional, karena sudah menjadi hukum nasional maka menurut Mahfud pelaksanaannya dipaksakan.
"Ditegakkan oleh negara, anda melanggar negara yang turun tangan," tegasnya.
Adapun peran Pancasila selain dasar negara, kata Mahfud adalah peran sebagai pemersatu, pedoman pergaulan, pedoman moral dan etika, Pancasila sebagai tujuan bersama dan lain sebagainya.
"Itu di luar dasar negara karena tidak dihukumkan. Nah itu bentuknya etis, moral, norma-norma non hukum," jelasnya.
Ia menjelaskan, peran Pancasila di luar sebagai dasar negara tak bisa ditegakkan oleh negara. Namun hanya dibebaskan pada kesadaran masing-masing warga negara.
"Kalau yang ini, pedoman Pancasila selain sebagai dasar negara itu tidak bisa ditegakkan oleh negara tetapi didasarkan pada kesadaran masing-masing warga negaranya," sebut Mahfud.
Reporter: Yopi M
Sumber: Liputan6.com