Memahami meme dari kacamata budaya
Meme bisa bersifat distortif atau memalsukan, membuat informasi yang awalnya asli menjadi palsu.
Pengamat budaya digital ITB, Yasraf Amir Piliang, mengatakan meme berkembang dalam masyarakat informasi atau information society di era digital. Era ini dicirikan dengan maraknya penggunaan komputer dan internet berikut produk turunannya seperti media sosial; Facebook, Twitter, Instagram dan lainnya.
Penulis buku Bayang-bayang Tuhan: Agama dan Imajinasi, ini mengartikan meme sebagai informasi budaya, sejenis ide, gagasan atau konsep. Sebagai informasi budaya, meme cepat sekali menyebar dan berkembang biak dalam bentuk gambar, kalimat, grafik dan simbol lainnya.
"Satu meme bisa berkembang ratusan ribu bahkan mungkin jutaan dengan makna atau konteks yang sudah berbeda dari turunan awalnya. Meme cepat pindah dari satu orang atau medium ke orang atau medium lain," ujarnya.
Perkembangbiakan meme tak terhingga. Wajah Presiden Jokowi yang tersenyum bisa diubah dengan berbagai ekspresi mulai dari menyeringai, marah, sedih dan seterusnya. "Meme merupakan satu bentuk ide yang beranak pinak menjadi ribuan bahkan jutaan ide," katanya.
Dampak positif dan negatif meme, menurut dia tergantung tujuan pengguna dan pembuat meme sendiri. Bagi orang-orang kreatif, meme bisa menjadi bisa positif. Contohnya, kata dia, banyak orang-orang kreatif yang terinspirasi dengan hadirnya internet, misalnya membuat tas-tas unik atau memperdalam hobi.
"Sebagai gagasan, meme bisa dikembangkan ke arah positif, misalnya ke arah fungsional. Contohnya untuk mengembangkan gagasan yang melahirkan ide-ide kreatif hingga menjadi produk atau komoditi," terangnya.
Meme bisa bersifat distortif atau memalsukan, membuat informasi yang awalnya asli menjadi palsu atau sebaliknya yang konsekuensinya sulit membedakan informasi mana yang benar dan tidak benar. Dalam konteks politik, hukum, keagamaan, kondisi tersebut berbahaya. "Karena orang akan sulit membuat hirarki kebenaran, mana paling benar, sedang, kurang benar."
Hal itu dapat dilihat pada Pilpres lalu di mana meme banyak digunakan tim sukses untuk menjatuhkan lawan. Seorang pembohong dimanipulasi sebagai orang jujur lewat meme yang penuh dengan tokoh dengan citra jujur, misalnya tokoh-tokoh yang dianggap baik atau agamawan.
Cara ini membuat citra si pembohong tertutupi dengan citra para tokoh jujur tersebut. "Sebaliknya orang jujur bisa di-bully lewat meme yang menggambarkan dia sebagai sosok yang jahat dan penipu," ungkapnya.
Jumlah pengguna internet di Indonesia memang cukup besar. Sehingga efek meme menjadi besar pula. Berbeda dengan di negara yang kurang memiliki akses internet. Kendati demikian, kata dia, perkembangan meme tergantung dari pembuat atau pengguna. "Tapi kecenderungannya di kita meme dipakai untuk mem-bully, menghina, melecehkan, menggunjing, dan kegiatan tidak produktif lainnya," katanya.