Menanti Panser Banteng & industri pertahanan Presiden Jokowi
Indonesia saat ini punya modal yang cukup kuat untuk membangun alat perangnya sendiri. Tinggal soal kemampuan.
Presiden terpilih Joko Widodo sedari awal selalu mengaku akan membangun industri pertahanan dalam negeri. Jokowi yakin industri pertahanan Indonesia mampu menciptakan alat utama persenjataan yang tak kalah dari negara lain. Tapi memang semuanya butuh proses, sekarang adalah saat tepat memulai proses tersebut.
Menurut Jokowi pembangunan industri pertahanan sudah digagas oleh Jusuf Kalla (JK) yakni dengan pembangunan panser Anoa.
"Soal Panser Anoa, tidak hanya Panser Anoa saja ke depan mungkin nanti ada Panser Banteng dan sebagainya, sehingga kita bisa buat pertahanan produksi sendiri," kata Jokowi beberapa waktu lalu.
Pengamat militer Lembaga Studi Pertahanan Indonesia, Rizal Darma Putra meminta Jokowi memilih menteri pertahanan yang punya komitmen kuat mengembangkan industri pertahanan dalam negeri.
"Ide besar itu harus dapat diimplementasikan pada industri pertahanan. Masalahnya Jokowi tidak mungkin memberi arahan secara mendetail, itu tergantung menteri pertahanannya dan direksi Pindad dan PT Pal sejauh mana memberi kontribusi," kata Rizal saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (3/10).
Rizal menyambut gagasan Jokowi terkait Indonesia menjadi poros maritim dunia bukan hanya fokus perbaikan angkatan laut. Namun, perbaikan itu menyeluruh dan sinergi dengan pembangunan kekuatan darat dan laut.
Menurut Rizal, Indonesia saat ini punya modal yang cukup kuat untuk membangun alat perangnya sendiri. Dia mengambil contoh PT Pindad yang sudah bisa memenuhi kebutuhan TNI soal senapan, pistol dan munisi.
Untuk level senapan serbu atau pun laras pendek cukup bagus. Kapasitas produksinya sudah sekala besar," kata Rizal.
Rizal menyatakan, alutsista Pindad pun telah go internasional. Alutsista dalam negeri tersebut mampu bersaing dengan hasil produksi negara maju.
"Ada beberapa (alutsista Pindad) dipakai untuk pasukan perdamaian internasional. Ada juga yang diekspor, ada beberapa, tidak kalah," terang dia.
Masih menurutnya, untuk menghasilkan alutsista berteknologi tinggi masih membutuhkan waktu lama. Hal itu disebabkan minimnya dukungan untuk peneliti dari pemerintah.
"Kita bisa produksi senapan serbu, laras pendek dan kendaraan angkut, untuk hight teknologi perlu waktu. Ini sebabnya periset dukungannya lemah, seperti kapal selam, belajar ke China tapi kembali ke sini fasilitas pengembangannya lemah seperti kehilangan posnya, pungkas dia.