Menengok Satu Tahun Penanganan Pandemi Covid-19 di RI dari Kacamata Epidemiolog
Ede juga mengharapkan keseriusan pemerintah dalam menangkal pandemi ini dibarengi dengan kucuran anggaran yang proporsional.
Genap satu tahun Pandemi Covid-19 mendera Indonesia. Kini, jutaan warga sudah terinfeksi virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China tersebut.
Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Ede Surya Darmawan menganggap penanganan pandemi di Indonesia belum terkendali. Masih banyak pekerjaan rumah pemerintah yang harus diselesaikan.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi? Mereka dinyatakan positif Covid-19 pada 1 Maret 2020, setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
-
Kapan peningkatan kasus Covid-19 terjadi di Jakarta? Adapun kasus positif Covid-19 pada 27 November sampai 3 Desember mengalami kenaikan sebanyak 30 persen dibanding pekan sebelumnya, yaitu pada 20-26 November.
"Ya belumlah, belum selesai. Buktinya kasus aktif kita masih 160 ribu, terus positivity rate kita masih di atas 5 persen, kematian masih belum di bawah 2 persen, duniakan sudah dua persen ya, kita masih di atasnya ya," kata Ede saat dikonfirmasi Liputan6.com, Selasa (2/3).
Di tambah lagi, menurut Ede testing di Indonesia masih kurang maksimal. Mengingat testing per minggu masih kurang dari satu per seribu penduduk yang di-testing.
"Itu per minggu loh yang harus dilakukan, jadi bukan ditotalin, terus dibagi, bukan. Per minggu itu kita mengharapkan seperti itu," kata Ede.
Kendati begitu, di satu sisi Ede mengapresiasi capaian kesadaran masyarakat terhadap pandemi ini yang makin meningkat.
"Artinya ada kesadaran publik betapa pentingnya kesehatan, tantangan berikutnyakan kita ingin mendorong kesadaran publik ini diwujudkan dengan penguatan publik health yang benar," ucap dia.
Rekomendasi
Untuk itu, ke depannya Ede merekomendasikan pemerintah untuk memperkuat sistem kesehatan primer, seperti di Pusat Kesehatan Masyarakat atau Puskesmas. Serta penambahan tenaga kesehatan di tengah masyarakat.
Lebih penting dari itu semua, Ede juga mengharapkan keseriusan pemerintah dalam menangkal pandemi ini dibarengi dengan kucuran anggaran yang proporsional.
"Uang pemerintah itu harusnya untuk pelayanan kesehatan publik ya, bukan mengandalkan pada iuran BPJS. Kalau BPJS mah buat orang sakit, tapi kalau untuk menyehatkan bangsa ini harus investasi pemerintah," katanya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah penanganan pandemi dalam setahun ini dianggap cukup membuahkan hasil. Pilihan pemerintah untuk mengambil keputusan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan bukan karantina wilayah atau lockdown dinilai Trubus sebagai langkah yang tepat.
Menurutnya PSBB merupakan jalan tengah antara ekonomi rakyat dengan kesehatan.
"Jadi pilihan PSBB itu tepat, kenapa? Karena masyarakat hanya dibatasi tapi perekonomian tetap jalan. Jadi resesi ekonomi bisa terkendali," sebut Trubus kepada Liputan6.com, Selasa (2/3).
Pilihan PSBB dibarengi dengan kebijakan jaring pengaman sosial, kata Trubus telah menyelamatkan Indonesia dari krisis. Bukan hanya krisis ekonomi, tetapi juga krisis politik.
Menurut Trubus dengan fakta seperti itu Pemerintah Indonesia dalam setahun ini menangani pandemi Covid-19 layak disebut terkendali. Berkat PSBB, kata Trubus angka kematian akibat Covid-19 relatif bisa ditekan.
"Dan kesembuhannya itukan lebih tinggi daripada tingkat kematiannya. Bandingkan kalau di Amerika tingkat kematiannya malah tinggi sekali," kata Trubus.
Selain itu, Trubus melihat ikhtiar pemerintah untuk memperbaiki fasilitas kesehatan selama ini. Meskipun ada kabar soal kelebihan kapasitas, namun ia memandang kondisinya masih tak terlalu parah.
"Seperti Jakartakan pernah sempat penuh tapi hanya sebentar tapi sekarang sudah bisa berkurang lagi. Jadi itu menurut saya keberhasilan selama satu tahun," ucap Trubus.
Kendati PSBB sudah dianggap baik, Trubus melihat penerapan PSBB masih kurang maksimal. Hal ini karena pemerintah dirasa kerap berubah-ubah soal jurus menangkal pandemi.
"Pemilihan kebijakan, sering kali kebijakan itu berubah-ubah . Di satu sisi kebijakan dikeluarkan, di satu sisi lain belum dilaksanakan udah berubah lagi. Terus banyak sekali yang ego sektoral antar kementerian sendiri gak nyambung, jalan sendiri-sendiri," kata dia.
Di samping itu, menurut Trubus dalam menangani pandemi Covid-19, pemerintah mestinya menunjuk leading sector. Dalam kacamatanya, leading sector penanganan pandemi Covid-19 mestinya Menteri Kesehatan (Menkes).
"Jadi leading sector-nyakan harusnya Menkes kalau merujuk pada PP 21 kan, tapi ternyata di dalam praktiknya bukan Menkes, itu malah ada Gugus Tugas Covid," katanya.
Reporter: Yopi Makdori
Sumber : Liputan6.com
Baca juga:
Update 2 Maret: Kasus Positif Covid-19 Bertambah 5.712, Total Jadi 1.347.026
Epidemiolog Sebut Mutasi Corona B117 Hambat Pembentukan Herd Immunity
170 Penghuni Yayasan Bhakti Luhur Malang Positif Covid-19, 21 Orang Dirawat
WHO: Pandemi Covid-19 Tidak Akan Berakhir Tahun Ini
Wapres Ma'ruf: GeNose Kemajuan Anak Bangsa Karena Sangat Diperlukan