Menkum HAM dinilai terburu-buru soal kepengurusan PPP
Pada dasarnya untuk menuju islah maka perlu menundukkan ego dari masing-masing kubu,
Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusuma menyesalkan keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Yasonna Hamonangan Laoly yang mengesahkan PPP hasil muktamar Bandung dengan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum.
Dimyati mengatakan, Yasonna seharusnya tidak terburu-buru mengambil keputusan dengan mengembalikan kepengurusan PPP hasil muktamar Bandung yang sah.
"Nah saya pikir harusnya memang pemerintah dalam hal ini Menkum HAM itu harusnya adil, jangan SK kan sana, SK kan sini. Gimana mau adil, gimana mau islah," kata Dimyati di Gedung Balai Sudirman, Jakarta, Sabtu (27/2).
Dia menjelaskan, pada dasarnya untuk menuju islah maka perlu menundukkan ego dari masing-masing kubu, demi menyatukan harapan dan tujuan. Jika tekad islah sudah tertanam, lanjut Dimyati, mereka yang selama ini berseberangan bisa duduk bersama dan menyampaikan apa keinginannya masing-masing.
"Kalau mau islah itu kalian berembuk, kalian selesaikan. Kalau tidak resiko kalian lah. Dengan sendirinya akan ketemu titik islah. Hanya tunggu power sharing, apa sih yang kalian cari, apakah jabatan, harta benda, materi, moril apa sebuah penghargaan dan sebagainya," ujarnya.
Dirinya tidak menampik, persoalan ego yang terjadi saat ini masih dalam putaran siapa yang bakal menguasai PPP. Terlebih, ada beban kader dari setiap kubu yang akan diperjuangkan.
"Memang saat ini beban berat bagi semua termasuk Pak Romi, Djan, kami sebetulnya gerbong, gerbong ini yang beban. Pak Romi punya DPW, punya DPC, pengurus DPP, pak Djan juga. Makanya satuin aja biar gemuk, gitu loh," tambahnya.
Kendati demikian, Dimyati berharap akan ada titik temu yang baik untuk masa depan partai berlogo Ka'bah itu. Setelah bersatu, dia yakin akan mudah mengarahkan keinginan kader PPP yang selama ini bertikai.
"Kami tidak takut siapa nanti yang direstui, siapa aja nanti hasil keputusannya. Ya kalau tidak ketemu tanda tangan bersama aja. Masa Palestina dan Israel saja bisa kok kita enggak bisa," tandasnya.