Misteri jenderal bintang dua pendamping Fredi Budiman bawa narkoba
Dalam pengakuannya kepada Haris, Freddy mengaku pernah satu mobil berisi narkoba dengan jenderal TNI bintang dua.
Testimoni terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman yang diungkap Koordinator KontraS, Haris Azhar terus menjadi perhatian publik. Sebabnya, dalam pengakuan Fredi kepada Haris yang berlangsung dalam pertemuan keduanya pada 2014 silam di Lapas Nusakambangan itu, disebutkan ada perwira TNI, Polri dan BNN yang terlibat, bahkan menerima uang setoran.
Dalam kesaksian Freddy yang dituliskan Haris, Freddy mengaku telah menyuap pejabat tinggi BNN hingga Rp 450 miliar dan Rp 90 miliar untuk polisi demi melancarkan bisnisnya mengimpor dan mengedarkan narkoba di Indonesia.
Tak cuma itu, dalam pengakuannya, Freddy bahkan mengaku pernah satu mobil dengan jenderal TNI bintang dua. Mobil itu berisi penuh dengan narkoba. Dia menyopiri mobil itu, sementara sang jenderal duduk di sampingnya dalam perjalanan Medan-Jakarta.
Hingga kini, siapa sosok jenderal bintang dua yang dimaksud oleh Fredi masih menjadi misteri. Namun, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyatakan, perwira tinggi yang dimaksud Fredi tersebut saat ini sudah tak tercatat sebagai anggota TNI aktif alias sudah purnawirawan atau pensiun.
Jenderal Gatot mengatakan, berdasarkan testimoni, peristiwa Fredi semobil dengan jenderal bintang dua itu terjadi pada tahun 2011. Menurut Jenderal Gantot, jenderal bintang dua pada 2011 yang kini masih aktif hanya tinggal dirinya. Sementara sisanya sudah purnawirawan.
"Perwira bintang dua yang masih aktif cuma saya, kalau benar yang dilaporkan Haris Azhar itu yang masih aktif cuma saya. Bintang dua cuma saya yang masih aktif, karena itu pada tanggal 27 april 2011, yang paling muda hanya saya, yang sudah bintang dua. Sekarang ini yang masih aktif tinggal saya, semua sudah purnawirawan," kata Gatot di Kantor Menko Polhukam, Jakarta, Senin (22/8).
"Tak ada satupun purnawirawan bintang dua saat itu yang masih aktif kecuali saya, karena yang paling muda saat itu saya, sekarang kan saya paling tua nih, ya sisanya purnawirawan," sambungnya.
Mantan Kasad ini menegaskan, karena jenderal bintang dua yang disebut Fredi itu kini sudah purnawirawan, maka kasusnya masuk dalam pidana umum, bukan lagi ke Pengadilan Militer.
"Kalau sudah purnawirawan, kita selidiki, kan itu sudah masuk pidana umum, jadi saya kerjasama dengan polisi karena saya menghitung, 'wah tak ada ini' (yang masih aktif). Kalau kemungkinan kalau itu benar terjadi, yang masih aktif cuma saya doang," katanya.
Lebih lanjut, mantan Pangkostrad ini menerangkan penyelidikan terhadap kasus tersebut hingga kini masih belum ada perkembangan lebih jauh.
"Belum ada. Dari PPATK kita juga minta," katanya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Tatang Sulaiman enggan menanggapi testimoni soal Fredi semobil dengan jenderal bintang dua itu. Sebab, informasi itu tak memberikan bukti-bukti otentik mengenai keterlibatan seorang jenderal dalam peredaran narkoba.
"Kita tidak mau menanggapi kabar tidak jelas seperti itu," kata Tatang saat dikonfirmasi merdeka.com, Jumat (29/7) lalu.
Pihaknya mengaku kesulitan untuk menelusuri identitas jenderal bintang dua yang disebut-sebut tersebut. Sebab, perwira tinggi dengan pangkat yang sama cukup banyak dan terbagi dalam tiga matra, yakni Angkatan Darat, Angkata Laut dan Angkatan Udara.
"Kalau tidak tunjukkan identitas susah, enggak bisa raba-raba, susah. Ada datanya lengkap baru dalami, kalau sifatnya bintang dua kan banyak, ada laut, ada darat, ada udara, kan susah," katanya.
Siapa jenderal bintang dua yang disebut Fredi kepada Haris pun masih menjadi misteri hingga kini. Harapan besar pun ditumpukan salah satunya kepada Kemenkum HAM agar mau membuka kepada publik video testimoni Fredi Budiman yang diambil H-1 oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkum HAM, sebelum Fredi dieksekusi mati.
Sebab, diyakini Fredi menyebut nama-nama pejabat BNN, Polri, TNI yang terlibat dalam bisnis narkoba Fredi di video itu. Sampai saat ini, video itu masih disimpan rapat-rapat oleh pihak Kemenkum HAM.