Mitos di balik azan 7 muazin di Masjid Agung Cirebon
Masjid tak berkubah ini berdiri di sekitar kompleks Keraton Kesultanan Cirebon.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Cirebon, Jawa Barat, merupakan situs sejarah perkembangan Islam di tanah Jawa. Masjid tak berkubah ini berdiri di sekitar kompleks Keraton Kesultanan Cirebon. Usia masjid jauh lebih tua dari Kesultanan Cirebon sendiri.
Ada tradisi khas yang berlangsung tiap salat Jumat di masjid yang dibangun Wali Sanga pada 1498 tersebut. Hingga kini azan salat Jumat di sana dilakukan oleh tujuh orang muazin (azan pitu). Banyak tafsir terhadap tradisi azan pitu tersebut, mulai dari yang logis hingga magis.
Tokoh Cirebon Nurdin M Noer mengatakan, dalam mitologi masyarakat Cirebon dikenal tokoh ksatria jahat bernama Menjangan Wulung. Mitologi ini menyebutkan, masjid agung sebenarnya dibangun dengan kubah di atasnya. Namun begitu masjid didirikan, ada ksatria jahat berdiri di atas kubah sambil mengganggu jemaah.
Menghadapi gangguan itu, lanjut Nurdin, para wali yang dipimpin Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga berkhalwat. Mereka berzikir sepanjang malam dan melantunkan 'azan pitu' yang terdiri dari tujuh muazin. Akhirnya menjelang subuh, meledaklah kubah masjid tersebut bersamaan dengan hancurnya tubuh Menjangan Wulung.
Dalam Babad Cirebon tulisan Pangeran Sulaiman Sulendraningrat, kata Nurdin, pecahan tubuh sinatria tadi jatuh pada tanaman labu hitam. Karena itu labu tersebut beracun dan tidak layak dimakan. Sementara kubah masjid melayang hingga ke Masjid Banten. Karena itulah Masjid Agung Banten hingga kini memiliki kubah bertumpuk lima.
"Saya sudah mengkonfirmasi kisah itu ke beberapa tokoh masyarakat Banten yang menyatakan cerita itu hanyalah dongeng yang sulit dipercaya," kata Nurdin, saat berbincang dengan Merdeka Bandung beberapa waktu lalu.
Nurdin yang merupakan wartawan senior desk budaya lebih menafsirkan 7 muazin tersebut sebagai cermin dari majemuknya mazhab Islam di Cirebon. "Azan pitu yang masih dilakukan hingga kini bukan untuk mengusir sinatria jahat, tetapi untuk menyatukan berbagai mazhab yang ada saat itu. Azan pitu merupakan hasil ijtihad para ulama terdahulu," terangnya.
Kemajemukan masyarakat Cirebon terlihat dari arsitektur bangunan kuno termasuk di masjid agung. Masjid ini memiliki dua pintu masuk, salah satunya gerbang utama yang memiliki dua daun pintu. Di masing-masing daun pintu terdapat hiasan dengan motif teratai, simbol ini menandakan akulturasi budaya Hindu-Budha.
Sedangkan di atas gerbang terdapat tulisan arab. Begitu memasuki pintu utama, jemaah akan mendapati ruang utama masjid yang disebut 'narpati'. Atap masjid disangga kayu-kayu jati berusia ratusan tahun. Nama masjid sendiri diambil dari istilah lokal, yakni Sang Cipta Rasa, yang artinya mencipta rasa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.