Nama disebut dalam sidang Tipikor, Fahri minta Jokowi bekukan KPK
Nama disebut dalam sidang Tipikor, Fahri minta Jokowi bekukan KPK. Fahri menuding, Jaksa KPK telah mengarahkan Eddy untuk menyebut nama Fahri dan Akom dalam persidangan. KPK disebut sudah terlalu sering memberikan pertanyaan kepada saksi atau tersangka terkait hal-hal yang tidak ada hubungan dengan perkara.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPR) Fahri Hamzah mengimbau Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk membekukan sementara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Usulan ini merupakan bentuk kemarahan Fahri karenanya disebut oleh Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) Eddy Mulyadi Soepardi sidang kasus suap pejabat Kemendes terhadap auditor BPK.
Eddy menyebut BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada DPR karena takut dimarahi Fahri dan mantan Ketua DPR Ade Komarudin atas laporan pemeriksaan keuangan.
"Saya mengimbau Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan untuk membuat Perppu untuk menghentikan KPK sementara Pansus angket KPK di DPR belum mencapai kesimpulan," kata Fahri melalui keterangan tertulisnya, Rabu (27/9).
Fahri menuding, Jaksa KPK telah mengarahkan Eddy untuk menyebut nama Fahri dan Akom dalam persidangan. KPK disebut sudah terlalu sering memberikan pertanyaan kepada saksi atau tersangka terkait hal-hal yang tidak ada hubungan dengan perkara.
Arahan pertanyaan itu, kata Fahri, sering dilakukan di gedung KPK, rumah sekap, hingga ruang sidang Tipikor untuk meminta saksi menyebut nama yang ditargetkan.
Tujuannya adalah untuk membungkam pihak-pihak yang selama ini bermasalah atau kritis terhadap lembaga antirasuah tersebut. Fahri mengklaim dirinya juga sering menjadi korban rekayasa agar bungkam mengkritisi KPK.
"Motif pemerasan (bullying) KPK adalah untuk mempermudah penghukuman yang dilakukan di persidangan Tipikor. Selain itu, juga untuk membungkam mulut pejabat bermasalah dan juga pihak yang kritis kepada KPK," tegasnya.
Kemudian, kata Fahri, KPK seringkali menyadap dan mengumpulkan informasi secara ilegal para pejabat negara untuk mendapatkan rahasia mereka. Rahasia itu dijadikan bahan untuk membully atau mengancam para pejabat negara.
Lebih lanjut, KPK diduga kerap menjadikan kasus dan data seseorang untuk dijadikan barter dengan sikap pribadi atau sikap resmi lembaga tersebut.
Semisal mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin sering menyeret beberapa nama petinggi partai ke dalam kasusnya. Hal ini merupakan contoh perjanjian antara Nazaruddin dengan KPK agar kasusnya tidak dilanjutkan.
"Ada partai yang paling sering disebut oleh Nazaruddin tapi karena barter perjanjian, akhirnya tidak dilanjutkan. Di sisi lain, ada banyak partai yang sengaja ditargetkan," tukasnya.
Anggota VII BPK Eddy Mulyadi Soepardi mengaku tak ingin DPR mendapatkan opini yang buruk atas laporan pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK. Alasannya, kata Eddy, ketua DPR saat itu Ade Komarudin (Akom) dan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah bisa marah.
"Saya bilang jangan turun opininya karena Akom bisa marah, Fahri marah. BKKBN opini WDP, DPD agak berat kalau untuk WDP. Saya meminta untuk DPR MPR untuk WTP agar bisa amandemen," kata Eddy saat menjadi saksi dua pejabat Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal yang didakwa menyuap auditor BPK di Tipikor.
Hal itu untuk mengonfirmasi soal percakapan Eddy dengan Rochmadi Saptogiri, auditor BPK sekaligus tersangka atas kasus ini, melalui sambungan telepon.