Pakar: Hanya 8,1 Persen Warga Terinfeksi Covid-19 di Indonesia yang Terdeteksi
Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menyebutkan sebagian besar pasien yang pernah terinfeksi Covid-19, namun tidak terdeteksi.
Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Pandu Riono menyebutkan sebagian besar pasien yang pernah terinfeksi Covid-19, namun tidak terdeteksi.
"Dari jumlah estimasi warga yang pernah terinfeksi, hanya 8,1 persen yang terkonfirmasi. Sebagian besar yang pernah terinfeksi, tidak terdeteksi," kata Pandu dalam Konferensi Pers Diseminasi Hasil Survei Serologi Covid-19 yang digelar secara virtual, Sabtu (10/7) seperti dilansir Antara.
-
Kapan virus corona ditemukan? Virus virus adalah sekelompok virus yang meliputi SARS-CoV (virus korona sindrom pernafasan akut parah), MERS-CoV (sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus) dan SARS-CoV-2, yang menyebabkan Covid-19.
-
Bagaimana virus Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia? Kasus ini terungkap setelah NT melakukan kontak dekat dengan warga negara Jepang yang juga positif Covid-19 saat diperiksa di Malaysia pada malam Valentine, 14 Februari 2020.
-
Apa yang menjadi tanda awal mula pandemi Covid-19 di Indonesia? Pada tanggal 2 Maret 2020, Indonesia melaporkan kasus pertama virus Covid-19, menandai awal dari pandemi yang memengaruhi seluruh masyarakat.
-
Kapan kasus Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Di mana kasus Covid-19 pertama di Indonesia terdeteksi? Mereka dinyatakan positif Covid-19 pada 1 Maret 2020, setelah menjalani pemeriksaan di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta.
-
Kapan virus menjadi pandemi? Contohnya seperti virus Covid-19 beberapa bulan lalu. Virus ini sempat menjadi wabah pandemi yang menyebar ke hampir seluruh dunia.
Pandu mengatakan data yang didapatkan hasil dari survei yang dilakukan antara FKM UI, Lembaga Eijkman, CDC Indonesia, serta Pemprov DKI Jakarta menunjukkan sebagian besar orang terinfeksi Covid-19 yang terdeteksi maupun tidak terdeteksi, namun tidak pernah merasakan gejala secara medis.
Berdasarkan fakta tersebut, Pandu menilai kekebalan komunal di Jakarta akan lebih sulit tercapai karena Jakarta adalah kota terbuka dengan mobilitas intra dan antarwilayah yang tinggi.
"Konsekuensinya, semua penduduk yang beraktivitas di Jakarta, baik warga Jakarta maupun pendatang, harus memiliki kekebalan (telah tervaksinasi) yang dapat mengatasi semua varian virus," tutur Pandu.
Bahkan, Pandu menyebut tidak menutup kemungkinan kondisi pandemi berubah menjadi endemi dan diperlukan strategi penanganan pandemi secara cepat dan signifikan untuk jangka pendek, serta diperlukan antisipasi jangka menengah maupun panjang.
Karena, walau vaksinasi memang dapat menekan risiko perawatan di rumah sakit dan mengurangi risiko kematian, namun tidak bisa sepenuhnya menghentikan penularan.
Pandu mengharapkan pemerintah memperkuat 3T (Testing, Tracing, Treatment) agar dapat mengendalikan pandemi, serta melakukan percepatan vaksinasi untuk seluruh warga secara berkelanjutan.
"Namun, masyarakat juga harus terbiasa untuk mampu menilai risiko dan menjaga pola hidup sehat dengan kebiasaan 5M agar siap berkegiatan secara produktif di tengah ancaman jangka panjang endemi Covid19 dan tentu segera vaksinasi," ungkap Pandu.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan turut menegaskan bahwa Pemprov DKI Jakarta sejak awal menggunakan pendekatan saintifik dari para pakar sesuai bidangnya sebagai dasar pengambilan keputusan dan penanganan pandemi Covid-19 di Jakarta.
Dengan hadirnya hasil penelitian dari FKM UI, Lembaga Eijkman, CDC Indonesia dan lainnya, Anies menyebut penanganan dan perkembangan pandemi Covid-19 di Jakarta dapat menjadi referensi bagi daerah lain bahkan bagi kota-kota lain di dunia.
"Maka dari itu, Pemprov DKI Jakarta akan mendukung penuh berbagai metode ilmiah, termasuk penelitian, survei dan pengambilan data di tingkat mikro. Beberapa penelitian tentang Covid-19 di Jakarta sudah masuk di jurnal internasional dan ikut jadi feedback negara lain," ucap Anies.
Karena, kata Anies, Jakarta tidak boleh jadi "pemain lokal", namun harus jadi pemberi arah dunia internasional mengingat Jakarta adalah kota megapolitan terbesar di belahan selatan dunia.
"Dan kita memiliki pengalaman yang cukup untuk jadi pelajaran dunia internasional. Sehingga, kita ada di tataran global bukan semata-mata untuk menyerap info, tapi sebaliknya kita memberikan info, memberikan pengalaman dan bisa jadi rujukan," tutur Anies.
Baca juga:
Anies Gunakan Data Selama Pandemi: Jakarta Harus Menjadi Pemberi Arah Internasional
Ingin Warga Jakarta Punya Kekebalan, Anies Dorong Terus Vaksinasi
Hasil Riset: Permukiman Kumuh di Jakarta Lebih Banyak Terpapar Covid-19
PDIP Apresiasi Keseriusan Jokowi-Ma'ruf Jaga Harapan Rakyat di Tengah Pandemi
10 Kabupaten dan Kota di Kaltim Kini Zona Merah Covid-19
Kemenkes Luncurkan Aplikasi Pemantau Ketersediaan Obat Terapi Covid-19