Papan nama jalan Malioboro kembali diganti dengan yang lama
Papan nama Jalan Malioboro tersebut dilepas untuk sementara waktu karena mengalami kerusakan setelah ditabrak bus.
Papan nama Jalan Malioboro lama yang berwarna hijau dengan tambahan aksara Jawa dipasang kembali setelah sempat dilepas dan diganti papan nama baru dengan desain yang lebih modern. Apa sebabnya?
"Kami tidak berniat mengganti papan nama jalan lama dengan papan nama yang baru. Papan nama jalan yang lama dilepas karena akan diperbaiki," kata Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Malioboro Syarif Teguh di Yogyakarta, seperti dikutip dari Antara, Senin (3/9).
Menurut dia, papan nama baru dengan desain tulisan modern warna-warni tanpa menyertakan aksara Jawa tersebut bukan merupakan papan nama jalan namun hanya sebatas papan nama penanda kawasan Malioboro.
Oleh karena itu, papan nama Jalan Malioboro lama dan papan nama penanda Kawasan Malioboro tersebut akan dipasang, masing-masing di sisi timur dan barat.
"Pemasangan kembali papan nama Jalan Malioboro tersebut tidak disebabkan adanya kritik-kritik dari masyarakat. Kami memang tidak berniat untuk menghilangkan papan nama jalan itu. Papan nama jalan wajib ada, di sisi selatan Jalan Malioboro pun ada papan serupa," katanya.
Saat ini, papan nama penanda Kawasan Malioboro tersebut dilepas untuk sementara waktu karena mengalami kerusakan setelah ditabrak oleh bus.
Sebelumnya papan nama Malioboro menuai kontroversi. Plang papan nama yang baru bertuliskan 'Sejak 1755 MALIOBORO Kawasan Jalan-jalan'. Plang baru ini berlatar belakang warna putih sementara tulisannya berwarna-warni. Ada unsur keceriaan dan modernisitas dalam plang papan nama baru Jl Malioboro. Menggantikan plang lama yang berwarna hijau dengan tulisan melayu dan aksara Jawa di bawahnya. Sangat tradisonal dan lokal.
Masyarakat Advokasi Budaya (Madya) yang pada tahun 2010 lalu dimintai pendapat untuk penataan Malioboro juga terkejut dengan plang baru tersebut. Plang itu dianggap tidak sesuai dengan corak Malioboro yang kental dengan budaya dan kesederhanaan masyarakat sekitar.
"Kami anggap plang itu terlalu gaul. Terlalu kontras dengan pemandangan di Jl Malioboro. Plang lama malah lebih cocok," kata Koordinator Madya, Joe Marbun saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (3/9).
Dulu Madya meminta agar dalam penataan Malioboro, Pemerintah Kota Yogyakarta, menjaga sejarah dan cagar budaya yang ada di Jl Malioboro. Di Malioboro berjejer bangunan cagar budaya berusia ratusan tahun yang kini tertutup reklame dan pedagang kaki lima.
"Tapi sepertinya yang dilakukan pemerintah untuk menunjukkan sejarah Malioboro malah menuliskan 'Sejak 1755 Malioboro kawasan jalan-jalan'. Menunjukkan sejarah kan tidak cukup hanya dengan tulisan," kata Joe.
Pemerintah Yogyakarta sendiri berharap penataan kawasan Malioboro ini akan semakin cantik dan mudah dikenang. Malioboro pun diharapkan menjadi kawasan yang lebih ramah untuk pejalan kaki. Tidak sesak oleh lahan parkir dan pedagang kaki lima.
"Pengembangan kondisi Malioboro mengarah pada permasalahan yang berkaitan dengan kebersihan, kemacetan, kesemrawutan dan ketidaknyamanan. Untuk mengatasi masalah ini Pemerintah Kota Yogyakarta bekerja sama dengan seluruh komponen masyarakat Malioboro melakukan penataan dengan mengacu pada visi Kawasan Malioboro yang bersih, tertib dan aman," kata Wali Kota Yogyakarta, Haryadi Suyuti, Minggu (3/9).