Patungan sampai begadang demi berburu kunci jawaban ujian
Kemendikbud terus berbenah setiap tahun untuk meminimalisir terjadinya kecurangan saat Ujian Nasional.
Senin (4/4), siswa kelas 12 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sederajat akan menghadapi Ujian Nasional (UN). Ujian ini dianggap sakral, karena tiga tahun belajar di tingkat atas, saat UN lah semua kemampuan diuji.
Saking menentukannya UN, sejumlah persiapan pun kerap dilakukan oleh para peserta didik bahkan para orangtua murid. Belajar, puasa, hingga doa bersama hal yang lumrah ditemui ketika anak sekolah hendak menghadapi UN.
Namun persiapan di atas hanya sebuah kegiatan normal yang dilakukan anak-anak sekolah. Ada juga para anak-anak yang memilih mencoba 'jalan pintas' demi lulus meninggalkan pakaian putih abu-abunya menatap dunia kuliah.
Berburu kunci jawaban. Salah satu cara yang paling sering dilakukan oleh anak-anak SMA demi lulus dan mendapatkan nilai baik. Tak segan, harus mengeluarkan kocek jutaan rupiah supaya mendapatkan kunci jawaban.
Pengalaman berburu kunci jawaban UN juga pernah dilakukan oleh Ibrahim. Kala itu, dirinya mendapatkan kontak seseorang yang mengaku bisa menyediakan kunci jawaban jelang UN berlangsung.
Biasanya, para penjual kunci jawaban ini berasal dari guru les bimbingan belajar atau private dadakan yang muncul saban jelang perhelatan Ujian Nasional. Pihak sekolah kerap mendatangkan jasa guru les demi meluluskan anak didiknya.
Ibrahim menceritakan, kala itu mendapatkan kontak dari teman sekolahnya yang bilang bahwa seseorang di tempat les sebut saja Indika, bisa menyediakan kunci jawaban. Lantas, dia mencoba menghubungi dan berhasil. Orang tersebut berjanji akan menyiapkan kunci jawaban.
"Kita percaya. Dia bilang satu mata pelajaran Rp 1 juta, kita setuju. Saat itu tahun 2006, ada tiga mata pelajaran saja yang di UN-kan. Kalau tidak salah ingat, Bahasa Indonesia, Matematika dan Bahasa Inggris. Total Rp 3 juta, kita patungan sekelas," kenang Ibrahim saat berbincang dengan merdeka.com, Jumat (1/4).
Ibrahim melanjutkan, sejumlah temannya berkumpul di rumahnya di kawasan Depok menanti kabar dari sang pembocor. Padahal saat itu, malam sebelum UN berlangsung. Anak-anak ini berharap pada kunci jawaban.
"Akhirnya keluar juga kunci jawaban. 30 menit sebelum bunyi bel tanda UN hari pertama dimulai. Memang benar kunci yang diberikan, semua jawaban valid," kata dia.
Setelah ujian hari pertama selesai dikerjakan, para anak-anak 'nakal' ini semringah dan optimis bakal lulus dengan nilai baik. Transaksi pembayaran kunci jawaban pun dilakukan oleh si pembocor di pinggir jalan Tole Iskandar, Depok.
"Kita bayar setengahnya, jadi DP Rp 1,5 juta. Sisanya dibayar setelah ujian berakhir," terang dia.
Namun malang, setelah sukses di hari pertama, sang pembocor soal tak bisa dihubungi di hari kedua tepatnya saat ujian mata pelajaran paling ditakuti yakni Matematika. Ponsel sang pembocor tetiba mati. Anak-anak pun terpaksa menggunakan otak sendiri demi lulus.
"Dihubungi enggak bisa. Baru bisa setelah ujian selesai, dia janji hari ketiga, kunci jawaban Bahasa Inggris bakal lancar, tidak seperti Matematika," jelasnya.
Sang pembocor menepati janjinya, kunci jawaban mata pelajaran Bahas Inggris pun keluar. Match dengan soal-soal yang diberikan para pengawas di dalam kelas.
"Beruntung, meski matematika kunci jawaban enggak keluar, nilai saya tetap baik dan jauh di atas syarat lulus. Akhirnya kita lulus dengan rata-rata 7. Yah pengalaman nakal yang enggak bisa dilupakan," tutur dia.
Maraknya kunci jawaban bocor membuat Kemendikbud berbenah setiap tahun. Bahkan kini, untuk meminimalisir kekurangan, dilakukan UN berbasis komputerisasi (UNBK) sejak 2015 lalu.
Kepala Pusat Penilaian Pendidikan Kemendikbud, Professor Nizam mengungkapkan, permasalahan kebocoran soal masih menjadi pekerjaan rumah yang belum ditemukan solusi yang ampuh.
"Jadi memang PR-nya banyak di sini. Kemudian memang itu yang ingin kita hilangkan seperti yang sudah saya sampaikan yaitu kecurangan," kata Nizam kepada merdeka.com di kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat (1/4).
Menurut dia, salah satu solusi ampuh mencegah kebocoran soal adalah membangun mentalitas siswa. Kecurangan dalam pelaksanaan UN, katanya, merupakan bentuk kecurangan terhadap diri sendiri. Menanamkan budaya jujur pada siswa menjadi salah satu solusi yang ditawarkan.
"Kita bangun mentalitas anak kita dan orangtua kita untuk tidak lagi berpikir untuk berbuat curang karena yang paling dicurangi itu sebenarnya diri sendiri. Jadi itu yang mesti kita tanamkan," ucap dia.
Pengamanan seperti apapun, kata dia, jika masih ada niat curang tetap saja melakukan kecurangan. Faktanya begitu merubah mental untuk tidak berbuat curang adalah hal yang paling sulit untuk dilakukan.
"Harusnya kita bangun paradigma percaya diri, kerja keras dan prestasi adalah hasil dari kerja keras, bukan karena perbuatan curang," tandas dia.