PDIP: Soeharto Ketakukan Kalau Bung Karno Dimakamkan Dekat Jakarta
Orba tidak merasa puas memakamkan Bung Karno di Blitar untuk menjauhkan rakyat.
Orba, disebutnya memaksa Bung Karno dimakamkan jauh dari Jakarta.
PDIP: Soeharto Ketakukan Kalau Bung Karno Dimakamkan Dekat Jakarta
- PDIP Batal Umumkan Anies-Rano Karno untuk Pilkada Jakarta, Djarot: Belum Ada Kepastian
- Sejarawan: Pleidoi Indonesia Menggugat Bung Karno Relevan dengan Situasi saat Ini
- PDIP Sebut Cita-Cita Bung Karno Bumi Indonesia Bebas Kemiskinan Jauh dari Kenyataan
- Politikus PDIP Balas Prabowo: Tak Ada yang Menyatakan Bung Karno Milik Satu Partai
Ketua DPP PDI Perjuangan Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, Orde Baru (Orba) berusaha keras untuk menjauhkan Proklamator RI Soekarno alias Bung Karno dari rakyat. Bahkan, secara terang-terangan melaksanakan disoekarnoisasi.
Hal itu disampaikan dalam dalam diskusi memperingati Hari Lahir Bung Karno di Sekolah Partai PDI Perjuangan, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis (6/6).
Awalnya, Djarot bercerita punya tugas dari PDI Perjuangan semasa menjabat Wali Kota Blitar periode 2000-2010 sebagai wilayah yang nasionalis dan merapihkan makam Bung Karno.
Djarot mengungkapkan, Bung Karno dalam wasiat kepada keluarga sebenarnya ingin dimakamkan di Istana Batutulis, Bogor, Jawa Barat. Namun, rezim era Orba yang dipimpin Soeharto ketakutan mendengar informasi Bung Karno mau dimakamkan di Istana Batutulis.
Menurutnya, Orba khawatir keberadaan makam Bung Karno dekat dari Jakarta bisa membangkitkan semangat rakyat melawan neo-kolonialisme yang dibawa rezim era Soeharto itu.
"Pak Harto waktu itu ketakutan. Kalau sampai Bung Karno dimakamkan di Bogor, di Batutulis, dekat dengan kekuasaan. Ini cerita dari para senior, para orang-orang PNI, mbah-mbah PNI di Blitar, ketakutan, karena Bogor sangat dekat dengan Jakarta, ketakutan akan aura Soekarno, ajaran Soekarno, pemikiran Soekarno, itu menjadi daya pendorong yang hebat untuk bisa mengalahkan neo-kolonialisme dan neo-imperialisme yang dibawa oleh pemerintah Orde Baru pada saat itu," kata Hasto.
Orba, disebutnya memaksa Bung Karno dimakamkan jauh dari Jakarta atau kota yang jauh dari pusat kekuasaan, lalu terpilih Blitar.
"Alasannya adalah waktu itu supaya dekat dengan makam ibundanya. Makam ibundanya di Kota Blitar. Makam di Kota Blitar itu, makam itu dulu makam pahlawan. Maka begitu dimakamkan di situ, maka makam pahlawan itu dipindah, makam-makam di situ, jadi kompleks, jadi makam Bung Karno di situ," sebutnya.
Mantan Gubernur Jakarta itu mengungkapkan, Orba tidak merasa puas memakamkan Bung Karno di Blitar untuk menjauhkan rakyat. Tak hanya itu, Orba sampai memasang pagar kaca dan menaruh batu besar seberat setengah ton dekat makam demi menjauhkan Bung Karno dari rakyat.
"Menurut para ahli-ahli orang Jawa yang supranatural di sana, desain untuk makam Bung Karno itu sudah dirancang betul oleh Pak Harto supaya ajaran Soekarno itu ditenggelamkan dan tidak boleh menyebar ke seluruh rakyat Indonesia. Ini desain arsitekturnya. Saya tidak tahu, saya tidak tahu ahli paranormalnya Pak Harto itu siapa," jelasnya.
"Saya tidak tahu, tetapi desainnya memang seperti itu. Saya tidak tahu, tetapi begitu. Bagaimana caranya? Makam Bung Karno itu harus ditutup dengan kaca yang tebal. Kacanya itu kaca yang tebal dan tidak tembus, tebal sekali. Jauhkan dari rakyat, maka ditaruh di Blitar itu kota kecil. Kota paling selatan di Jawa Timur," sambungnya.
Hal ini karena rezim Orde Baru bahkan Soeharto dikatakannya takut dengan Soekarno.
"Betapa ketakutan Soeharto, rezim Orde Baru, terhadap Soekarno. Itu proses desoekarnoisasi, kalau menurut saya, dalam tanda kutip secara paranormal. Ajaran-ajaran Bung Karno. Ajaran Bung Karno, bukan hanya tidak boleh dibaca oleh kita semua pada saat itu. Tapi justru sumbernya, karena mereka tahu, salah satu kelemahan utama Bung Karno adalah kalau dia dijauhkan dari rakyat," ucapnya.
Orba, kata pria kelahiran Jawa Tengah itu, sampai membatasi rakyat yang mau berziarah ke makam Bung Karno, seperti memerlukan izin dari Kodim di Blitar.
Djarot bahkan menyebut putra dan putri Bung Karno seperti Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri dan Rahmawati Soekarnoputri perlu izin Kodim di Blitar untuk berziarah.
"Orang yang mau ziarah ke Blitar, waktu itu harus izin ke kodim, bahkan keluarganya pun, Bu mega, Pak Guntur, Mbak Rahma, harus lapor dan untuk masuk ke persis makam, itu kunci dibawa oleh Kodim. Tidak bisa masuk sampeyan. Betul tidak? Izin dahulu, baru dibuka buat keluarganya. Ini proses desoekarnoisasi yang luar biasa," paparnya.
Kemudian, Djarot semasa menjadi Wali Kota Blitar membongkar pagar kaca dan memindahkan batu seberat setengah ton dari area makam Bung Karno.
Hal ini dilakukan karena ia ingin rakyat menjadi lebih dekat ketika berziarah ke makam Bung Karno ketika tidak memiliki sekat kaca.
"Kami bongkar mitos itu. Kami bongkar apa yang dipikirkan oleh paranormalnya Pak Harto, supaya Bung Karno ini betul-betul ajarannya, auranya, begitu bisa menyebar ke seluruh Indonesia, dan rakyat bisa langsung berziarah di sisi pusara Bung Karno. Maka, perintah saya yang pertama adalah, bongkar kacanya. Bongkar kacanya," tegasnya.
Dia mengatakan proses bongkar kaca tidak mudah, karena birokrat di Blitar ketakutan sebelum ada izin dari Sekretaris Negara (Sekneg) dan Pangdam di Jawa Timur.
Namun, Djarot tetap membongkar pagar kaca dekat makam setelah keluarga Bung Karno mengizinkan.
"Kalau saya minta izin, saya bukan minta izin ke Sekneg, saya bukan minta izin ke Pangdam, saya minta izin ke putra dan putrinya Bung Karno dan putra putrinya Bung Karno itu mengizinkan ini dibongkar. Bongkar, Pak," pungkasnya.