Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2025 Diprediksi Cuma 5,1 Persen
PT Mandiri Sekuritas memperkirakan bahwa pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) akan tetap stabil di sekitar 5,1 persen pada tahun 2025.
PT Mandiri Sekuritas memperkirakan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tetap stabil di kisaran 5,1 persen pada tahun 2025.
Proyeksi ini didorong oleh peningkatan permintaan domestik, khususnya konsumsi rumah tangga, serta kinerja ekspor yang terpengaruh oleh perlambatan ekonomi global dan kemungkinan tarif impor yang lebih tinggi dari Amerika Serikat (AS) terhadap barang-barang asal China dan negara lainnya.
Rangga Cipta, Chief Economist Mandiri Sekuritas, menyampaikan bahwa pemulihan konsumsi rumah tangga dan dimulainya kembali siklus investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, akan menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi nasional Indonesia pada tahun 2025.
"Sementara itu, kami memproyeksikan inflasi rata-rata sebesar 2,6 persen pada tahun depan, meningkat dari 2,3 persen di tahun 2024. Kenaikan inflasi ini sebagian besar disebabkan oleh efek dari inflasi inti yang lemah serta tarif PPN yang lebih tinggi hingga 12 persen di tahun 2025," ungkap Rangga dalam keterangan resmi yang dikutip pada Minggu (24/11).
Untuk nilai tukar Rupiah, proyeksi pada tahun 2025 menunjukkan rata-rata Rp15.700 per dolar AS, yang mencerminkan sedikit apresiasi dibandingkan dengan tahun 2024.
"Ruang apresiasi Rupiah yang terbatas mencerminkan stabilitas dolar AS, yang didukung oleh kebijakan Trump yang berfokus pada pengendalian inflasi, serta perlindungan yang baik dalam aspek fiskal dan perdagangan internasional," tutup Rangga.
Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Dianggap Tidak Realistis
Target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pada tahun 2025 dianggap tidak realistis oleh banyak pihak.
Ekonom Senior Indef, Fadhil Hasan, mengemukakan bahwa pemerintah seharusnya lebih memprioritaskan upaya untuk menjaga daya beli masyarakat, yang merupakan faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi.
"Pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen tidak realistis, apalagi dengan kebijakan seperti kenaikan PPN menjadi 12 persen. Hal ini justru akan melemahkan daya beli masyarakat yang selama ini menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar Fadhil dalam seminar nasional yang diadakan di Jakarta, ditulis Jumat (22/11).
Fadhil menambahkan bahwa konsumsi masyarakat memiliki kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi, baik dari segi pangsa maupun pertumbuhannya.
Namun, ia mengkhawatirkan bahwa kebijakan peningkatan PPN dapat mengurangi daya beli masyarakat, sehingga kemampuan mereka untuk berbelanja menjadi terhambat.
"Kalau pajak dinaikkan, keinginan masyarakat untuk membelanjakan uang akan semakin berkurang. Dampaknya, pertumbuhan ekonomi justru melambat," jelasnya.
Sebagai solusi, Fadhil menyarankan agar pemerintah tidak menerapkan pajak secara menyeluruh seperti PPN, tetapi lebih memilih kebijakan yang lebih adil dan selektif.
Menurutnya, pengenaan pajak terhadap kelompok super kaya (super rich tax) dan pajak atas keuntungan berlebih (windfall profit tax) dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa menekan daya beli masyarakat.
"Pajak kepada kelompok super kaya (super rich tax) dan keuntungan berlebih (windfall profit tax) bisa menjadi solusi untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa menekan daya beli masyarakat," tambahnya.
Perppu Diambil Sebagai Langkah Cepat
Fadhil menekankan bahwa pemerintah memiliki pilihan untuk merevisi kebijakan perpajakan melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
"Alasan pemerintah menaikkan PPN adalah untuk memenuhi undang-undang. Namun, undang-undang bisa diubah melalui Perppu jika kebijakan tersebut dianggap kurang tepat dalam kondisi saat ini," tegasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya menjaga daya beli masyarakat agar dapat mencapai target pertumbuhan ekonomi yang lebih realistis.
"Jika daya beli masyarakat tetap kuat, konsumsi akan terus mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah perlu memastikan kebijakan yang diambil tidak justru menekan masyarakat," pungkasnya.
Dalam menghadapi tantangan baik di tingkat global maupun domestik, Fadhil berpendapat bahwa penekanan pada kebijakan perpajakan yang selektif dan adil sangat penting untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dengan demikian, langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah harus mempertimbangkan kondisi masyarakat agar tidak merugikan daya beli mereka, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.