Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang Resesi
Menurut Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak dikontribusikan oleh belanja konsumsi masyarakat hingga masuknya investasi.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut mencerminkan optimisme di tengah kondisi geopolitik global.
Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang Resesi
Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang Resesi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 sebesar 5,11 persen. Pertumbuhan ini lebih tinggi jika dibandingkan pada periode yang sama tahun 2023.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut mencerminkan optimisme di tengah kondisi geopolitik global. Menurutnya, ekonomi RI mampu tumbuh ketika banyak negara lain yang justru jatuh ke jurang resesi.
"Ya ini menumbuhkan sebuah optimisme bahwa negara-negara lain, negara-negara besar satu, dua, tiga, masuk ke jurang resesi, negara lain juga turun growthnya, tapi kita mampu terus naik 5,11 persen," kata Jokowi di Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi Depok, Jawa Barat, Selasa (7/5).
Menurut Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak dikontribusikan oleh belanja konsumsi masyarakat hingga masuknya investasi.
"Itu saya kira patut kita syukuri karena itu banyak didukung memang oleh konsumsi, tetapi juga didukung yang kedua oleh investasi yang terus masuk ke negara kita," ucapnya.
Analis Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Ajib Hamdani pertumbuhan ekonomi 5,11 persen ini belum maksimal. Sebab pada pada rentang masa ini, terjadi fluktuasi inflasi yang memberikan tekanan terhadap daya beli masyarakat.
Tercatat inflasi kuartal pertama 2024 menyentuh angka 3 persen. Lebih tinggi dari pada inflasi agregat 2023 yang hanya mencapai angka 2,61 persen.
"Kalau tren inflasi tidak turun, maka daya beli akan terus mengalami tekanan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung tidak sustain," kata Ajib dalam keterangan tertulisnya kepada Merdeka.com, Selasa (7/5).
Ajib menilai dibutuhkan juga insentif moneter, insentif fiskal, maupun regulasi yang pro dengan pertumbuhan dan pro dengan pemerataan.
Dalam konteks moneter, tingkat suku bunga acuan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) sebesar 6,25 persen enderung tidak ideal dan memerlukan penyesuaian. Tingkat suku bunga tinggi akan mengurangi likuiditas di sistem perekonomian dan juga mendorong cost push inflation.
Selain faktor moneter, fiskal dan regulasi, Ajib bilang pemerintah juga harus melakukan program prioritas hilirisasi yang melibatkan lebih banyak stakeholder dan pelaku ekonomi nasional.
Program hilirisasi ini akan memberikan daya ungkit ekonomi lebih maksimal ketika pemerintah fokus dengan sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan.
"Program hilirisasi yang menjadi bagian komitmen presiden Jokowi sebagai bagian transformasi ekonomi, harus lebih dikembangkan di era pemerintahan selanjutnya," jelas dia.
Dia melanjutkan apabila pemerintah fokus dengan empat hal tersebut, maka pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2024 akan terus tereskalasi dan sampai akhir tahun bisa mencapai target secara agregat sebesar 5,2 persen.
Tetapi, ketika pemerintah tidak memberikan insentif yang tepat sasaran, pertumbuhan ekonomi akan mencapai di bawah target, sesuai yang tertuang dalam proyeksi Kerangka Ekonomi Makro.