Perlindungan negara untuk buruh perempuan masih minim
Buruh migran perempuan menuntut hak jaminan sosial bagi buruh migran tanpa diskriminasi.
Puluhan buruh migran yang tergabung dalam Komite Aksi Perempuan (KAP) mendatangi Bunderan HI untuk memperingati Hari Buruh Internasional. Dalam orasinya, para buruh menuntut perlindungan bagi buruh perempuan.
"Hingga hari ini buruh migran terutama perempuan masih dilihat sebagai komoditas ekonomi yang dilihat sebagai hitungan remitansi tanpa perlindungan memadai dari negara," ujar Koordinator Program Solidaritas Perempuan, Nissa Yura di Bundaran HI, Minggu (1/5).
Nyatanya, sambung Nissa, konvensi Migran yang sudah diratifikasi belum berdampak secara langsung pada perombakan sistem perlindungan yang komprehensif bagi buruh migran perempuan.
Selain itu, Devisi Perlindungan Perempuan Buruh Migran JBM, Risca Dwi memaparkan meski pemerintahan Jokowi-JK telah memberikan perbaikan untuk pekerja migran Indonesia, seperti meratifikasi konvensi PBB 1990 di tahun 2014.
"Hingga saat ini implementasi konvensi tersebut masih lemah, harmonisasi ke dalam kebijakan nasional terkait buruh migran belum dilakukan," keluh Risca.
Menurutnya, kebijakan yang dibuat pemerintah malah mengkerdilkan para pekerja migran, tidak sesuai dengan apa yang diratifikasi PBB tersebut.
"Kebijakan ini tentunya melanggar hak warga negara untuk bekerja dan mencari penghidupan yang layak, termasuk melanggar komentar umum CEDAW No 26 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak meninggalkan negaranya untuk bekerja," paparnya.
Pada Tahun 2016, sambung Risca, adalah tahun penentu nasib pekerja migran Indonesia, menyusul adanya revisi UU 39 Tahun 2004 yang tengah berlangsung di DPR RI.
"Proses ini akan sangat tergantung dengan apakah pengambilan kebijakan baik pemerintah maupun DPR benar-benar akan melindungi buruh migran sesuai dengan semangat konvensi PBB Tahun 1990 atau hanya pencitraan belaka," tandasnya.
Dalam rangka peringatan hari buruh internasional buruh migran perempuan menyerukan tuntutan di antaranya yakni, mewujudkan hak jaminan sosial bagi buruh migran tanpa diskriminasi, mereformasi kelembagaan buruh migran, memastikan penanganan kasus dan sistem bantuan hukum yang mudah diakses, mencabut semua kebijakan diskriminatif terhadap tenaga kerja rumah tangga migran, mendorong kebijakan perlindungan buruh Migran di ASEAN yang mengikat secara hukum.
Pantauan merdeka.com puluhan aksi massa yang tergabung dalam Jaringan Buruh Migran (JMB) menggelar aksi demonstrasinya dalam memperingati hari buruh sedunia (May Day) dengan mengitari bundaran Hotel Indonesia (HI). Dengan tema 'Catatan Hitam Buruh Perempuan 2016', para aksi massa terlihat membawa sejumlah perangkat aksi, seperti banner.