6 Februari Peringati Hari Anti-Sunat Wanita Sedunia, Ini Sejarahnya
Peringatan ini menjadi bagian dari upaya PBB untuk menghapuskan pemotongan kelamin perempuan.
Peringatan ini menjadi bagian dari upaya PBB untuk menghapuskan pemotongan kelamin perempuan.
6 Februari Peringati Hari Anti-Sunat Wanita Sedunia, Ini Sejarahnya
Hari Anti Sunat-Wanita Sedunia atau yang dikenal dengan ustilah internasional sebagai International Day of Zero Tolerance for Female Genital Mutilation adalah sebuah hari kesadaran yang disponsori Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Peringatan ini dilaksanakan setiap tanggal 6 Februari sebagai bagian dari upaya PBB untuk menghapuskan pemotongan kelamin perempuan. Hari peringatan ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 2003. Seperti apa sejarah dan tujuannya? Simak ulasannya.
-
Kapan Hari Dharma Wanita Nasional diperingati? Hari Dharma Wanita Nasional diperingati setiap 5 Agustus.
-
Kenapa Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan dirayakan? Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan memobilisasi upaya mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia.
-
Kapan Hari Perempuan Internasional diperingati? Diketahui, setiap tanggal 8 Maret diperingati sebagai tonggak sejarah perjuangan perempuan seluruh dunia.
-
Kapan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan? Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan diperingati setiap 25 November.
-
Apa tujuan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan? Kampanye ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan memobilisasi upaya untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia.
-
Kapan Hari Perempuan Internasional dirayakan? Hari Perempuan Internasional adalah peringatan global yang diadakan setiap tahun pada 8 Maret.
Sejarah Pembentukan Hari Anti-Sunat Wanita Sedunia
Hari Anti-Sunat Wanita Sedunia merupakan gerakan yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan tubuhnya, serta perlindungan kesehatan fisik mereka—yang dapat berdampak besar di kemudian hari.
Peringatan Hari Anti-Sunat Wanita atau anti-Female Genital Mutilation (FGM) bertujuan untuk memberikan kesadaran kepada masyarakat mengenai potensi bahaya sunat bagi perempuan. Sebab, anak perempuan yang menjadi sasaran sunat memiliki risiko pernikahan anak dan putus sekolah.
Dilansir situs UNICEF, sunat wanita disebut sebagai pelanggaran hak anak perempuan dan bisa memicu komplikasi kesehatan, bahkan bisa berujung kematian.
Anak perempuan yang menjalani sunat menghadapi komplikasi jangka pendek seperti nyeri hebat, syok, pendarahan berlebihan, infeksi, dan kesulitan buang air kecil, serta konsekuensi jangka panjang terhadap kesehatan seksual dan reproduksi serta kesehatan mental mereka.
Every Woman, Every Child (sebuah gerakan global), melaporkan bahwa meskipun praktik sunat wanita terkonsentrasi di 29 negara di Afrika dan Timur Tengah, tradisi ini adalah masalah universal dan juga dipraktikkan di beberapa negara di Asia dan Amerika Latin.
Praktik sunat wanita terus berlanjut di kalangan masyarakat imigran yang tinggal di Eropa Barat, Amerika Utara, Australia dan Selandia Baru.
Pada 2012, Majelis Umum PBB menetapkan 6 Februari sebagai Hari Anti-Sunat Perempuan Internasional. Tujuan peringatan hari tersebut adalah untuk memperkuat dan mengarahkan upaya penghapusan praktik sunat perempuan.
Organisasi dunia yang melindungi anak-anak ini bekerja sama dengan UNFPA dalam program tentang Penghapusan Mutilasi Alat Kelamin Wanita bekerja untuk mengatasi sunat perempuan. Koordinasi ini terjalin melalui intervensi di 17 negara di mana praktik tersebut lazim dilakukan.
Peringatan Hari Anti-Sunat Wanita Sedunia 2024
Selama lebih dari satu dekade, hari peringatan ini telah mendukung para penyintas FGM, dengan memprioritaskan investasi pada inisiatif-inisiatif yang dipimpin oleh para penyintas, yang berpusat pada pemberdayaan, keagenan, dan akses terhadap layanan-layanan penting.
Terdapat kebutuhan mendesak untuk melakukan upaya-upaya yang lebih terarah, terkoordinasi, berkelanjutan dan terpadu jika ingin mencapai tujuan bersama untuk mengakhiri mutilasi alat kelamin perempuan pada tahun 2030.
Suara setiap penyintas adalah seruan untuk bertindak, dan setiap pilihan yang mereka ambil untuk mendapatkan kembali kehidupannya.
Salah satu hal mendasar yang mendukung diperingatinya hari anti-sunat wanita adalah mengakui bahwa tradisi sunat wanita merupakan sesuatu yang “bisa berubah”, dan dengan kekhawatiran bahwa sunat wanita mempunyai risiko tinggi, maka penghapusan praktik ini harus segera dilakukan.
Organisasi yang dipimpin oleh perempuan dan penyintas, khususnya di tingkat akar rumput, memiliki pemahaman mendalam mengenai tantangan yang dihadapi perempuan dan anak perempuan dan merupakan sumber daya penting dalam memajukan hak-hak mereka.
Oleh karena itu, tema Hari Anti-Sunat Wanita Sedunia tahun ini adalah: “Her Voice. Her Future. Investing in Survivor-Led Movements to End Female Genital Mutilation.” (Suaranya. Masa Depannya. Berinvestasi dalam Gerakan yang Dipimpin oleh Korban untuk Mengakhiri Mutilasi Alat Kelamin Perempuan.)
Selama lebih dari satu dekade, Program Bersama UNFPA-UNICEF telah mendukung para penyintas dan memprioritaskan investasi dalam inisiatif-inisiatif yang dipimpin oleh para penyintas.
Mutilasi alat kelamin perempuan, yaitu mengubah atau melukai alat kelamin perempuan tanpa alasan medis dapat menyebabkan komplikasi kesehatan, dan ini telah diakui secara internasional sebagai pelanggaran hak asasi manusia serta telah dilakukan oleh masyarakat selama berabad-abad.
Peraturan Sunat Wanita di Indonesia
Sunat atau khitan pada wanita terus mengalami kontroversi dan upaya penghentian, baik di level internasional maupun nasional. Banyak negara menyepakati sunat wanita merupakan praktik yang berbahaya dan tak memiliki manfaat medis. Adapun di Indonesia, sunat wanita juga mengalami perdebatan dan menjadi diskursus yang layak diteliti.
Hukum khitan atau sunat bagi perempuan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1636/MENKES/PER/XII/2010 tentang Sunat Perempuan (“Permenkes 6/2014”).
Pada Konsiderans huruf a Permenkes 6/2014 disebutkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan dalam bidang kedokteran harus berdasarkan indikasi medis dan terbukti bermanfaat secara alamiah.
Didapati bahwa khitan perempuan hingga saat ini bukan merupakan tindakan kedokteran, karena pelaksanaannya tidak berdasarkan indikasi medis dan belum terbukti bermanfaat bagi kesehatan.
Meski demikian, sebagai negara yang masyarakatnya didominasi oleh penganut agama Islam, seperti apa pandangan Islam terhadap praktik sunat wanita ini?
Diketahui, dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia pada 7 Mei 2008 tentang Hukum Pelarangan Khitan Terhadap Perempuan menetapkan bahwa:
- Khitan/sunat, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam.
- Khitan terhadap perempuan adalah makrumah, pelaksanaannya sebagai salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan;
- Pelarangan khitan terhadap perempuan adalah bertentangan dengan ketentuan syari’ah, karena khitan, baik bagi laki-laki maupun perempuan, termasuk fitrah (aturan) dan syiar Islam;
- Namun, dalam pelaksanaannya, khitan terhadap perempuan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) Khitan perempuan dilakukan cukup dengan hanya menghilangkan selaput (jaldah/colum/praeputium) yang menutupi klitoris; (2)Khitan perempuan tidak boleh dilakukan secara berlebihan, seperti memotong atau melukai klitoris (insisi dan eksisi) yang mengakibatkan dharar yang menimbulkan kerusakan bahkan kerugian.