Potret Para Tokoh Adat Wulanggitang Ritual Minta Maaf untuk Gunung Lewotobi Laki-laki Pascaerupsi
Ritual sakral ini disebut "Tuba Ile" atau memberi makan gunung.
Ritual sakral ini disebut "Tuba Ile" atau memberi makan gunung.
- Potret Haru Seorang Ibu Pulang Sendiri Tengah Malam Usai Jualan di Pinggir Jalan, Tak Dijemput Sang Anak karena Dilarang Istri
- Potret Letusan Dahsyat Gunung Lewotobi Laki-laki, Kolom Abu Capai 8000 Meter dari Puncak
- Potret Ngeri Gunung Lewotobi Laki-Laki Erupsi Dilihat dari Laut, Awan Panas Membumbung Tinggi 5.000 Meter
- Potret Gunung Ibu di Halmahera Kembali Meletus, Tinggi Kolom Abu Capai 1 Km dari Puncak Kawah
Potret Para Tokoh Adat Wulanggitang Ritual Minta Maaf untuk Gunung Lewotobi Laki-laki Pascaerupsi
Sejumlah tokoh adat desa Nawokote, Kecamatan Wulanggitang, Kabupaten Flores Timur (Flotim), Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tergabung dalam Lembaga Pemangku Adat (LPA) setempat menggelar ritual adat di bawah kaki gunung Lewotobi.
Ritual sakral ini disebut "Tuba Ile" atau memberi makan gunung. Ritual adat ini melibatkan lima suku besar yakni suku Puka, Wolo, Kwuta, Noba dan Tapun.
Dari lima suku besar itu, Suku Puka adalah pemilik dua gunung yang oleh masyarakat setempat disebut pasangan suami dan istri.
Sebagai simbol pemberian makan Gunung Lewotobi Laki-Laki dan Gunung Lewotobi Perempuan, tokoh-tokoh adat membawa sirih pinang, telur ayam, arak dan tembakau.
Ketua LPA Nawokote Mikhael Dare Wolor mengatakan, ritual adat sakral itu digelar di areal perkebunan Dusun Bawalatang yang berjarak sekitar tiga kilometer dari puncak gunung Lewotobi.
"Ritual ini bermakna sebagai ungkapan permohonan maaf atas semua kesalahan warga yang menghuni lereng gunung Lewotobi," jelasnya, Kamis (4/1).
Menurut Mikhael Dare Wolor, muntahan abu vulkanik dari Gunung Lewotobi Laki-Laki merupakan teguran untuk manusia yang selama ini serakah dan berbuat menyimpang dengan alam.
"Ini ritual permintaan maaf karena kita sudah mengganggu Ile Bele (Gunung besar). Ini teguran sehingga dalam ritual ini juga kami minta agar dia (gunung) segera reda amarahnya."
Menurut Mikhael Dare Wolor
Tetuah adat, tuan tanah serta masyarakat meyakini ritual Tuba Ile mampu menenangkan gunung yang sedang murka karena perbuatan manusia.
Masyarakat adat menjadikan Ile Bele yang adalah Ile Wae (Gunung perempuan) dan Ile Lake (Gunung laki-laki), sebagai nenek moyang yang memberikan mereka tempat tinggal untuk merawat kehidupan hingga saat ini.
"Lake dan Wae berarti laki-laki dan perempuan, pasangan suami istri. Dilarang kalau sebut terpisah, mereka satu kesatuan," kata Mikhael Dare Wolor.