Prasasti Batu Tulis dan mitos terkabulnya permintaan
Prasasti Batu Tulis diyakini tempat Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi moksa secara misterius.
Peninggalan sejarah erat kaitannya pada budaya dan hal-hal yang diyakini memiliki nilai lebih dan kadang sulit diterima oleh akal sehat. Namun sangat dipercaya oleh kebanyakan masyarakat lainnya yang masih memegang teguh pada budaya itu sendiri.
Sudah rahasia umum, ketika situs sejarah menyimpan cerita-cerita yang dianggap memiliki mukjizat di dalamnya. Peninggalan sejarah tidak saja kenangan mengenai bukti dari kejayaan sebuah kerajaan, namun menjadi tempat keramat bagi sebagian orang.
Begitulah yang terjadi pada situs sejarah Prasasti Batu Tulis yang merupakan peninggalan kerajaan Padjajaran yang dibuat di masa pemerintahan Surawisesa, anak Prabu Siliwangi (1521-1535).
Sekilas, tak ada yang menarik dari bangunan yang berukuran lebih dari 4 X 4 meter yang berhadapan dengan Istana Batu Tulis di Jalan Batu Tulis, Bogor itu. Namun kompleks bangunan ini ramai dikunjungi banyak pengunjung saat di hari Maulid atau hari besar keagamaan lainnya.
Keberadaan bangunan yang dinamakan dengan Prasasti Batu Tulis diyakini tempat dulunya kerajaan Padjajaran berdiri. Tempat ini merupakan tempat Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi berada sebelum akhirnya moksa secara misterius.
Pengunjung biasanya melakukan ziarah berharap keinginan atau hajatnya terkabul. Di dalam bangunan tersebut terdapat prasasti Batu tulis yang bertulisan sunda kuno.
Di sebelah prasasti sebuah batu panjang dan bulat sama tingginya dengan batu prasasti. Batu panjang dan bulat disebut dengan lingga batu diartikan mewakili sosok Sri Baduga Maharaja sedangkan prasasti itu sendiri mewakili sosok Surawisesa. Penempatan kedua batu itu diatur sedemikian rupa sehingga kedudukan antara anak dengan ayah amat mudah terlihat. Batu tulis itu diletakkan agak ke belakang di samping kiri lingga batu. Di hadapan batu tulis terdapat batu yang ada cetakan kecil yang diyakini lutut, dan di belakang batu cetakan lutut tersebut terdapat batu yang merupakan cetakan kaki.
"Minta itu ya sama Allah yah, di sini cuma sejarah saja dan menyampaikan niat," ujar juru kuncen Prasasti Batu tulis, Maemunah (75), Senin, (19/5).
Biasanya, penziarah dituntun oleh Ibu Ema untuk melakukan niat dan mengucapkan syahadat tiga kali. Kemudian penziarah meletakkan kaki di atas batu cetakan kaki, merunduk sedikit meletakkan lutut pada cetakan batu lutut, dan kemudian membaca Al Fatihah. Setelah usai, kemudian berjalan ke belakang prasasti mengarah ke Batu Lingga. di Batu Lingga, kedua lengan dilingkarkan ke batu dengan posisi tubuh membelakangi. Jika lingkaran dua tangan menyatu, dipercaya bahwa niat akan kesampaian, namun jika lingkaran dua tangan tidak menyatu, niat sulit terkabul.
"Ada yang lengannya panjang nggak sampai," cerita Maemunah.
Maemunah yang mengaku merupakan keturunan kesembilan juru kunci menceritakan kalau dia belum pernah bertemu Prabu Siliwangi meski dalam mimpi. Namun ada salah satu penziarah yang mengaku pernah bermimpi bertemu Prabu Siliwangi.
"Dia dari Cipayung. Dia mimpi didatangi Prabu Siliwangi disuruh datang ke sini," ujar Maemunah.
Maemunah melanjutkan, Warga Cipayung itu menanyakan bahwa apakah dirinya yang bernama Ibu Maemunah, karena Prabu Siliwangi menyuruhnya bertemu dengan Ibu Maemunah.
"Minta itu sama Allah, cuma banyak yang berhasil masih ziarah ke sini juga." lagi-lagi dia mengingat.
lebih jauh, Maemunah menyebutkan bahwa pengunjung ziarah banyak datang dari daerah jauh. "Tapi paling banyak dari Jakarta," tutupnya.