'Pria poligami tak akan adil, lebih utamakan istri muda'
"Ke depannya jika banyak perempuan mandiri tanpa bantuan suami, bisa jadi mereka akan mengajukan cerai," ujar Musni.
Poligami di Indonesia banyak mengundang kontroversi. Meski ada yang mendukung praktik beristri lebih dari satu, namun tidak sedikit pihak yang menolaknya. Dan penolakan ini pun tidak hanya datang dari pihak perempuan, yang sering dianggap sebagai korban. Penolakan juga datang dari kaum Adam yang sejatinya merupakan pelaku poligami.
Sosiolog UIN Syarif Hidayatullah Musni Umar melihat, poligami dapat diterima, karena sebagaian besar penduduk Indonesia beragama Islam, di mana tindakan poligami bisa dilakukan, tentunya disertai dengan berbagai persyaratan. Namun dia juga tidak menyangkal jika pihak yang menolak poligami jumlahnya lebih banyak daripada pihak yang menyetujui.
"Dari sisi sosiologi, poligami ini diperbolehkan oleh masyarakat di Indonesia, karena mayoritas masyarakatnya yang beragama Islam. Namun saya mensanksikan jika salah satu syarat poligami, yaitu berperilaku adil bisa diterapkan oleh pria yang berpoligami," kata Musni Umar saat dihubungi merdeka.com, Sabtu (20/4).
Dia pun mengatakan, walau secara ekonomi, pria yang menerapkan poligami bisa berlaku adil. Dia pun mensanksikan, perilaku adil dalam komunikasi, hubungan fisik dapat dilakukan adil.
"Saya tidak yakin kalau prianya bisa adil dalam berhubungan. Bagaimanapun, si pria pasti lebih sering ke rumah istri muda," ujarnya.
Musni melihat ke depannya kasus perceraian akan meningkat dari keluarga yang menjalani poligami. Indikatornya adalah tingkat pendidikan perempuan yang semakin tinggi dan kemandirian. Para perempuan ini, lebih memilih bercerai daripada harus menjalani poligami.
"Ke depannya jika banyak perempuan yang mandiri dari jenjang pendidikan, dan mereka mampu mandiri tanpa bantuan suami, bisa jadi mereka akan mengajukan cerai, karena menganggap dirinya mampu memenuhi kebutuhan hidup tanpa bantuan suami."
Musni menambahkan, dukungan kepada perempuan yang dipoligami juga semakin banyak mengalir. Empati datang tidak hanya dari kaum Hawa, dukungan juga datang dari pria. Di Indonesia, lanjutnya, perempuan yang dipoligami sering dianggap sebagai korban.
"Di Indonesia, perempuan yang dipoligami masih dianggap sebagai korban. Dukungan moral kepada perempuan itu nantinya akan datang dengan sendirinya," ujar mantan Ketua komite SMAN 70 Jakarta itu.
Selain dukungan kepada perempuan, kepada pria yang menjalani poligami pun akan mendapatkan 'hukuman' tersendiri. Meski tidak ada hukum tertulis, namun hukum sosial dianggap lebih ampuh dalam 'menghukum' para pria yang berpoligami.
"Kan ada contohnya, menteri yang mundur setelah berpoligami. Saya yakin itu bukan mundur, tapi diminta mundur. Atau penceramah yang jamaahnya semakin berkurang setelah melakukan poligami," pungkasnya.