Refleksi Reforma Agraria, Kolaborasi Penataan Aset & Akses untuk Memakmurkan Rakyat
Dirjen Penataan Agraria, Dalu Agung Darmawan menyebut bahwa outcome Reforma Agraria bisa berdampak terhadap perekonomian masyarakat.
Outcome Reforma Agraria bisa berdampak terhadap perekonomian masyarakat.
Refleksi Reforma Agraria, Kolaborasi Penataan Aset & Akses untuk Memakmurkan Rakyat
Mendekati waktu pelaksanaan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2023 di Pulau Karimun, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) merefleksi jalannya Reforma Agraria di Indonesia. Fokusnya bukan hanya pada angka capaian penataan aset namun juga bagaimana memberikan penataan akses yang berkualitas. Bicara mengerucut soal Reforma Agraria secara teknis, Direktur Jenderal (Dirjen) Penataan Agraria, Dalu Agung Darmawan menyebut bahwa outcome Reforma Agraria bisa berdampak terhadap perekonomian masyarakat.
- Menko Airlangga: Reforma Agraria untuk Mengatasi Kemiskinan Ekstrem dan Memperhatikan Hak-Hak Rakyat
- Ungkap Ragam Konflik Agraria, Menteri Hadi Tjahjanto: Negara Harus Hadir Menyelesaikan
- Wamen ATR Raja Juli: Penataan Aset dan Akses Kunci Reforma Agraria
- Desa Reforma Agraria di Kabupaten Bogor Masuk 75 Desa Pariwisata Terbaik se-Indonesia
"Penataan aset, bagaimana tanah itu sebagai sumber-sumber kehidupan masyarakat, artinya tanah itu harus dimanfaatkan secara adil. Sedangkan, penataan akses itu bagaimana tanah tersebut memberikan ruang bagi masyarakat sebagai sumber kemakmuran," tuturnya dalam Webinar GTRA Summit 2023 #RoadtoKarimun seri ke-11 yang bertemakan Refleksi Reforma Agraria pada Deklarasi Wakatobi Menuju Deklarasi Karimun, pada Kamis (10/08/2023).
Dalu Agung Darmawan mengakui bahwa ada tantangan dalam perjalanan Reforma Agraria.
Untuk itu, di momen refleksi saat ini ia menekankan agar pilar penataan aset dan akses harus mendapatkan perlakuan yang seimbang. Persepsi dan kebijakan masing-masing stakeholder juga harus disamakan.
"Perlu dicocokkan data untuk mendukung pelaksanaan Reforma Agraria. Ketika kita ingin menyelesaikan persoalan, maka yang harus kita pastikan adalah data. Kami sedang mendorong dan memanfaatkan bhumiatr, yaitu di situ ada fitur bhumiGTRA yang saya pakai sebagai wadah untuk menyamakan persepsi terkait data," ungkapnya.
Di tahun ini, dengan kerja sama dari salah satu stakeholder, yakni Civil Society Organization (CSO), telah diusulkan sedikitnya 70 Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) yang tersebar di Indonesia.
"Nah peran masing-masing sektor sangat tinggi karena dari 70 LPRA ini tipologinya (permasalahan, red) itu sampai delapan. Ada yang berkaitan dengan Kementerian BUMN, KLHK, Kemendes PDTT, dan ada yang berkaitan dengan asetnya pemerintah daerah," ujar Dirjen Penataan Agraria.
Ia menyebut, diskusi dengan CSO untuk membahas soal penataan aset dan akses terutama di LPRA ini bisa membantu menghilangkan hambatan yang dihadapi terkait Reforma Agraria.
"Hampir setiap minggu bertemu CSO, paling tidak mengetahui persoalan di masing-masing lokus. Dengan mengetahui dinamika persoalan yang ada di masing-masing lokasi, kita bisa mengetahui apa yang harus dikerjakan, untuk berkolaborasi, untuk kemudian berdiskusi dengan berbagai stakeholders," ucap Dalu Agung Darmawan.
Agar tercipta keterpaduan antara perencanaan dan pelaksanaan Reforma Agraria di daerah, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Usep Setiawan menegaskan untuk seluruh pihak terkait ikut berkolaborasi menjalankan program tersebut. Terkhusus bagi kementerian/lembaga, ia meminta untuk mengesampingkan ego sektoral sebagaimana tertuang dalam deklarasi GTRA Summit 2022 lalu.
"Sudah disebutkan Reforma Agraria perlu ada kolaborasi. ATR/BPN sebagai leading sektornya tidak bisa bekerja sendiri. Dari sisi peraturan, perkuat substansi dari Reforma Agraria, lalu lakukan sosialisasi dan konsolidasi, kemudian laksanakan. Rakyat yang jadi subjek utama dari Reforma Agraria, pemerintah memfasilitasi," imbuhnya.
Rakyat sebagai komponen krusial dalam pembuatan kebijakan dinilai penting untuk dilibatkan dan diprioritaskan pendapatnya. Salah satu perwakilan dari CSO WRI Indonesia, Rakhmat Hidayat berpendapat, dengan peran dari organisasi masyarakat sipil, kebijakan yang dibuat di mana dalam hal ini terkait Reforma Agraria, bukan hanya pada kerangka besar, namun bisa dibuktikan di lapangan.
"Agar proses pemberdayaan, kemandirian pasca redistribusi bisa sebagai pegangan hidup (masyarakat, red), bukan satu-dua bulan tapi untuk seumur hidup," pungkasnya.