Sastrawan Yogya tuding Denny JA rekayasa nama agar masuk buku
"Denny JA membayar orang untuk mengakui karya-karyanya, tidak alamiah seperti karya Chairil Anwar," ujar Bajang.
Sejumlah sastrawan dari empat kota, yakni; Yogyakarta, Jakarta, Semarang dan Bandung, mengeluarkan petisi serentak mempertanyakan keabsahan buku 33 tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia.
Di Jakarta, petisi itu digelar di Taman Ismail Marzuki. Hadir di sana adalah Saut Situmorang. Adapun di Yogyakarta, petisi terhadap buku tersebut dimotori oleh sastrawan muda Irwan Bajang dan Dwi Cipta.
Menurut Cipta, petisi ini dikeluarkan untuk mempertanyakan metodelogi, alasan, serta kriteria yang dibuat oleh tim 8 yang menyusun buku tersebut.
"Tujuan kami mempertanyakan bagaimana keputusan alasan dan kriteria pemilihan 33 tokoh sastra. Sampai seperti Denny JA bisa masuk salah satu 33 tokoh sastra yang masuk," kata Cipto di bardiman cafe, Jumat (17/01).
Masuknya Denny JA dalam tokoh sastra paling berpengaruh di Indonesia menimbulkan pertanyaan, metode dan kriteria apa yang dipakai oleh tim 8 untuk menentukan 33 tokoh tersebut.
Menurut Irwan Bajang, masuknya nama Denny JA seolah ada rekayasa yang sengaja mengupayakan nama deni JA masuk. Bajang menuding, Denny seperti mengusahakan benar namanya masuk dalam buku itu.
Apalagi selama ini, menurut dia, karya Denny banyak dinilai karena dia getol membuat lomba review buku dan puisi-puisinya dengan hadiah ratusan juta.
"Denny JA membayar orang untuk mengakui karya-karyanya, tidak alamiah seperti karya Chairil Anwar yang diperdebatkan," ujar Bajang.
Selain kriteria dan standar kritik yang digunakan tim 8, Cipta mengatakan petisi yang dikeluarkan ini juga karena buku tersebut berpotensi menjadi kebohongan publik.
"Menentang buku itu karena adanya faktor pembohongan publik sastra, apalagi kalau sampai jadi bahan ajar di sekolah-sekolah" terang Cipta.